PERTEMPURAN
SURABAYA
• Mendaratnya pasukan sekutu
dan NICA : Pada tanggal25 Oktober 1945
•
Pimpinan Pasukan : - Sekutu : Jenderal A. W. S.
Mallaby
- Indonesia
: Gubernur Surabaya saat itu, Suryo Sutomo
(Bung Tomo)
Terjadinya Pertempuran :
Dimulai pada 26 Oktober oleh
tenteara sekutu yang menyerang penjara Kalisosok dan menduduki
pangkalan udara dan kantor pos besar. Dalam satu insiden Mallaby tewas. Sekutu memberikan
ultimatum untuk menyerahkan senjata. Namun, tidak diikuti oleh para
pejuang. Puncaknya terjadi pada
tanggal 10 November, sekutu membombardir Surabaya.
Hasil Pertempuran :
Surabaya berhasil dipertahankan selama 3 minggu, tetapi pada akhirnya pejuang Jawa Timur harus
mundur ke luar kota dan bergerilya.
PERTEMPURAN AMBARAWA
•
Mendaratnya
Pasukan Sekutu dan NICA : Pada 20 Oktober 1945
•
Pimpinan Pasukan : Sekutu : Jenderal bethel TKR : Mayor Sumarto, Kolonel
Isdiman, dan Kolonel Sudirman
•
Terjadinya Pertempuran :
Penyerangan pertama terjadi
pada 20 November 1945. Setelah Kolonel Isdiman gugur, pimpinan digantikan
oleh Kolonel Sudirman dan memulai penyerangan pada 12 Desember
1945. Penyerangan berlangsung selama 4 hari.
•
Hasil Pertempuran :
Ambarawa berhasil dikuasai
oleh TKR.
PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API
•
Mendaratnya Pasukan Sekutu dan NICA : Pada Bulan
Oktober 1945
•
Terjadinya Pertempuran :
Pada 21 November, sekutu
mengeluarkan ultimatum agar TKR menyerahkan senjata, dan meninggalkan Bandung. Akan
tetapi,pemerintah pusat melarang pasukan meninggalkan tempat.
•
Hasil Pertempuran :
Bandung ditinggalkan oleh
TKR karena terdesak oleh pasukan sekutu. Bandung Selatan dibumihanguskan dengan cara
melakukan pembakaran di beberapa tempat strategis.
PERTEMPURAN MEDAN
•
Mendaratnya Pasukan Sekutu dan NICA : Pada tanggal 9
Oktober 1945
•
Pimpinan Pasukan : Sekutu : Brigadir Jenderal T. E.
D. Kelly
•
Terjadinya Pertempuran :
Insiden pertama terjadi pada 13 Oktober 1945
di sebuah hotel di Jalan Bali. Selanjutnya, pertempuran terjadi di berbagai
tempat di Medan. Pada 18 Oktober 1945, sekutu mengeluarkan ultimatum
agar pasukan I ndonesia menyerahkan
senjata.
•
Hasil Pertempuran :
Karena terdesak oleh tentara
Sekutu, kantor gubernur dan markas TKR dipindahkan ke Pematang Siantar. Hal itu menyebabkan
Medan dikuasai oleh pasukan Sekutu.
PERTEMPURAN PALEMBANG
•
Mendaratnya Pasukan
Sekutu dan NICA : Pada 12 Oktober 1945
•
Pimpinan Pasukan : Sekutu : Letnan Kolonel
Cramichael
•
Terjadinya Pertempuran :
Pasukan Sekutu diperbolehkan
memasuki daerah Palembang kemudian diganti oleh Pasukan Belanda. Hal itu menimbulkan
pertempuran sengit antara Belanda dan
Indonesia. Peristiwa itu terjadi pada 1 Januari 1947. Pertempuran
berlangsung selama 5 hari 5 malam. Pada 6 Januari 1947, diadakan
genjatan senjata.
•
Hasil Pertempuran :
Hasil dari gencatan senjata itu adalah bahwa
pasukan Indonesia harus mundur sejauh 20 kilometer dari kota Palembang.
Dengan kata lain, pasukan Belanda dapat menguasai kota Palembang
AGRESI MILITER I
Pada tanggal 21 Juli 1947,
tengah malam, Belanda mengeluarkan serangan ke seluruh daerah di Republik
Indonesia. Operasi yang diberi label “aksi polisional” itu sebenarnya adalah
sebuah agresi militer yang dikenal sebagai Agresi Militer I. Pasukan – pasukan
Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menguasai Jawa Barat dari
Surabaya untuk menguasai Madura dan Jawa Timur serta pasukan lagi untuk
menduduki Semaraang. Di Sumatra, pasukan Belanda berusaha menguasai perkenunan
di sekitar daerah Medan.
Pada 29 Juli 1947, ketiga
pesawat yang berpangkalan di Maguwo Yogyakarta ini, terlibat pertempuran di
Ambarawa. Mereka ikut mengebom kedudukan musuh di Ambarawa, Salatiga dan
Semarang. Para Penerbang dan awak pesawak yang menjadi anggota tim ini antara
lain Suharmoko Harbani, Sutardjo Sigit, Mulyono, dan tiga orang penembak
(gunner), yaitu Sutardjo, Kaput, dan Abdul Rachman.
AGRESI MILITER II
Pada 18 Desember 1948 malam,
Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan komisi Tiga Negara bahwa Belanda
tidak lagi terikat dan tidak mengakui persetujuan Renville. Keesokan harinya,
Belanda melancarkan agresi militer yang kedua kalinya. Sasaran Belanda langsung
ditujukan untuk menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Dengan taktik perang
kilat, Belanda juga menyerang wilayah RI lainnya. Aksi militer Belanda ini
telah menarik perhatian dunia internasional. KTN yang mendapat tugas mengawasi
pelaksanaan Persutujan Renville mengetahui bahwa Belanda telah melanggar
persetujuan tersebut.
Amerika Serikat mengeluarkan
resolusi yang disetujui oleh semua anggota sidang Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa – Bangsa (DK-PBB) pada 28 Januari 1949. Amerika Serikat juga mengancam
akan menghentikan bantuan kepada Belanda, seperti yang termuat dalam Marshall
Plan (bantuan Amerika Serikat kepada negara – negara yang menderita akibat
Perang Dunia III)
Masa Pemerintahan
Kabinet Syahrir
Kabinet Syahrir
Selain mempermasalahkan
peningkatan kesejahteraan rakyat, program kerja Kabinet Syahrir juga
memprioritaskan penanganan konflik dengan Belanda. Pada saat itu, status
Indonesia beralih dari wewenang Jepang menjadi wewenang Sekutu. Kabinet Syahrir
berkuasa selama 3 kali. Pada masa Kabinet Syahrir II yang dibentuk pada 2
Oktober 1946, strategi diplomasi diwujudkan melalui pelaksanaan Perundingan
Linggarjati pada 10 November 1946. Kelompok – kelompok yang menolak keputusan
Perundingan Linggarjati sebagai hasil strategi diplomasi Kabinet Syahrir
tergabung dalam Benteng Republik Indonesia. Kelompok ini merupakan penyatuan
dari Masyumi, PNI, Partai Wanita, Angkatan Comunis Muda (Acoma), Partai Rakyat
Indonesia, Laskar Rakyat Jawa Barat, dan Partai Rakyat Jelata
Masa Pemerintahan
Kabinet Amir Syarifuddin
Kabinet Amir Syarifuddin merupakan penerus dari
pemerintahan Kabinet Sjahrir.Strategi diplomasi yang paling menonjol pada masa
kabinet Amir Syarifuddin adalah dilaksanakannya Perundingan Rnville pada 17
januari 1948.Konflik antarkelompok politik di dalam Kabinet Amir Syarifuddin
juga terjadi seperti pada masa Kabinet Sjahrir.Konflik ini tidak berupa konflik
fisik,tetapi berupa perbedaan strategi dalam menghadapi Belanda.Misalnya,pada
saat pengantian kabinet,Amir Syarifuddin bermaksud memperkuat posisi kabinetnya
terhadap Belanda,sehingga ia menyepakati hasil perundingan Renville.Sikap Amir
Syarifuddin itu mendapat tentangan dari partai-partai politik lain.Salah satu
partai politik yang menentang kebijakan itu adalah Masyumi.
Masyumi berpendapat bahwa Amir Syarifuddin terlalu
mudah menerima ultimatum dari pihak Belanda tentang 12 prinsip politik dan 6
tambahan dari Komisi Tiga Negara.Masyumi,yang memegang mayoritas kursi di dalam
kabinet,menarik seluruh anggotanya dari Kabinet Amir Syarifuddin.PNI pun
mengikuti Masyumi dengan memberikan tuntutan agar Kabinet Amir Syarifuddin
memberikan mandatnya kembali kepada Presiden Soekarno.Dalam rapat Dewan Partai
pada 18 januari 1948,PNI memutuskan untuk menolak hasil Perundingan Renville
karena hasil persetujuan tersebut tidak memberikan posisi jaminan yang tegas
terhadap posisi Republik Indonesia.Perbedaan strategi antarkelompok politik di
dalam Kabinet Amir Syarifuddin ini berakhir dengan penyerahan mandat kembali
kepada Presiden Soekarno pada 23 januari 1948
Masa Pemerintahan Kabinet Hatta
Wakil presiden Moh. Hatta
ditunjuk oleh presiden Soekarno untuk membentuk kabinet baru, menggantikan
Kabinet Amir Syarifuddin. Bentuk kabinet yang disusun oleh Hatta adalah kabinet
koalisi yang menyertakan seluruh kelompok politik yang ada di Indonesia pada
waktu itu. Kabinet ini didukung sepenuhnya oleh partai Masyumi, PNI, Partai
Katolik, dan Parkindo. Kelompok sayap kiri diwakili oleh Soepeno yang menjabat
sebagai menteri Pembangunan dan Pemuda. Walaupun demikian, masih terdapat
kelompok yang berseberangan dengan kabinet Hatta. Kelompok tersebut adalah PKI,
yang pada akhirnya melakukan pemberontakan di Madiun pada bulan September 1948
.
Konferensi Roem-Royen pada
tanggal 7 Mei 1949 merupakan hasil dari strategi diplomasi Moh. Roem di dunia
Internasional. Strategi diplomasi tersebut berujung pada pelaksanaan Konferensi
Meja Bundar yang menjadi momentum penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia dari
Belanda ke Indonesia. Meskipun bentuk kedaulatanIndonesia yang diakui oleh
Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat, Kabinet Hatta melalui
perjuangan diplomasi Moh. Roem dan anggota delegasi lainnya, telah berhasil
mencapai kemenangan diplomasi di dunia Internasional.
PERJANJIAN LINGGAJATI
Hasil
perundingan pada tanggal 7 Oktober 1946 dengan Delegasi Indonesia diketuai oleh
PM. Sultan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Berikut adalah
hasil perundingannya:
•
Gencatan senjata diadakan atas dasar
kedudukan militer pada saat itu dan tas dasar kekuatan militer kedua belah
pihak.
•
Dibentuk sebuah Komisi Gencatan Senjata untuk
menangani masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Hasil
perundingan pada tanggal 15 November 1946 dengan dipimpin oleh Lord. Killearn.
Berikut ini adalah hasil perundingannya:
•
Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik
Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Jawa, Sumatera dan Madura.
Selanjutnya, Belanda akan meninggalkan daerah de facto itu
selambat-lambatnya pada 1 Januari 1949.
•
RI dan
Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS).
•
RIS
dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
ketuanya
PERJANJIAN RENVILLE
•
Proses
perundingan Renville menemui jalan buntu. Pihak belanda tetap bersikeras pada
tuntutannya mengenai batas sesuai dengan garis Van Mook. Tentu saja pihak RI
menolak tuntutan tersebut.
•
Persetujuan
Renville pada akhirnya ditandatangani pada 17 Januari 1948, disusul dengan
instruksi penghentian tembak-menembak pada 19 Januari 1948. Akibat dari
perjanjian Renville ini, wilayah RI semakin sempit dan kabinet Amir Syarifuddin
di gantikan kabinet Hatta
Isi
Perjanjian Renville :
•
RI menyetujui dibentuknya Negara Indonesia
Serikat
•
Daerah RI yang diduduki Belanda setelah agresi
tetap dikuasai Belanda sampai diselenggarakan plesbit menjajaki kehendak
rakyat.
•
RI bersedia menarik semua pasukan TNI yang
berada di daerah pendudukan Belanda (kantong-kantong gerilya)
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Atas
inisiatif UNCI diadakan perundingan RI-Belanda yang dipimpin oleh Merle
Cochran, wakil Amerika dalam UNCI. Perundingan diadakan di Jakarta mulai 14
April 1949. Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moehammad Roem dan pihak Belanda
dipimpin oleh J.H. Van Royen. Pada 7 Mei 1949, dicapai Persetujuan Roem Royen.
Isi persetujuan itu menyatakan bahwa Indonesia bersedia
untuk :
-
Mengeluarkan perintah untuk menghentikan
perang gerilya;
-
Bekerja sama dalam mengambil perdamaian dan
menjaga ketertiban dan keamanan;
- Berpartisipasi dalam KMB di Den Haag,
Belanda, dengan maksud mempercepat
penyerahaan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat tanpa syarat
KONFERENSI INTER-INDONESIA
Sejak para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta,
perundingan dengan pihak BFO dilanjutkan kembali. Masalah yang dibahas adalah
pembentukan pemerintah peralihan sebelum terbentuknya Negara Indoneisa
Serikat.Oleh karena itu, antara tanggal 19-22 Juli 1949, diadakan perundingan
dengan BFO di Yogyakarta, yang disebut Konferensi Inter-Indonesia.
Beberapa keputusan
penting dari konferensi tersebut yang berkaitan dengan ketataan Negara
Indonesia Seriakat adalah :
•
Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdasrkan asas demokrasi dan
federalisme.
•
Kepala Negara RIS adalah seorang presiden dan dalam
pemerintahan dibantu oleh sebuah cabinet yang bertanggung jawab kepada
presiden ( kabinet
presidensial)
•
Akan
dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah
dewan perwakilat rakyat ( senat ). Namun, langkah awal akan dibentuk dewan
perwakilan rakyat sementara.
•
RIS menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik
Indoneisa maupun dari Kerajaan Belanda.
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Konferensi
Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus
hingga 2 November 1949.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
•
Serahterima kedaulatan dari pemerintah
kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat.
Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah
Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara
terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai
hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian
dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu
tahun.
•
Dibentuknya sebuah persekutuan
Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara
•
Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh
Republik Indonesia Serikat
1.) Kronologi
Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol.
Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada
tanggal 12 Desember 1945 jam
04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari
tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak
karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan
raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran
Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang
menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari
kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan
pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada
tanggal 15 Desember 1945 pertempuran
berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke
Semarang.
Kemenangan pertempuran
ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat
atau Hari Juang Kartika.
2.) a. Perjanjian
Linggarjati
Pelaksanaan hasil
perundingan Linggarjati tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda
tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947,
meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran
antara Indonesia dan Belanda.
b. Serangan ke Maguwo
Seiring dengan
penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM
Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat
dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa
dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda
II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai
"Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap
Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi
hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150
orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim,
yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang
dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI
bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST
Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25
menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout.
Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak
satu pun jatuh korban.
3.) Kebijakan dalam
menghadapi Belanda
a. Kabinet Sjahrir
•
Menyempurnakan
susunan Pemerintah Daerah berdasarkan kedaulatan Rakyat.
•
Mencapai
Koordinasi segala tenaga rakyat di dalam usaha menegakkan Negara Republik Indonesia serta pembangunan masyarakat yang berdasarkan
keadilan dan peri-kemanusiaan.
•
Berusaha
untuk memperbaiki kemakmuran rakyat di antaranya dengan jalan pembagian pangan.
•
Berusaha
mempercepat keberesan tentang hal uang Republik Indonesia.
b. Kabinet Amir Syarifuddin
Menyetujui Perjanjian Renville. Tapi, ditolak oleh Masyumi sehingga terjadi penyerahan mandat kembali kepada Presiden Soekarno pada 23 Januari 1948
c. Kabinet Hatta
Pelaksanaan Peretujuan Renville dan mempercepat proses terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS)
Menyetujui Perjanjian Renville. Tapi, ditolak oleh Masyumi sehingga terjadi penyerahan mandat kembali kepada Presiden Soekarno pada 23 Januari 1948
c. Kabinet Hatta
Pelaksanaan Peretujuan Renville dan mempercepat proses terbentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS)
4.) Keadaan politik
Indonesia pada masa pemerintahan Kabinet Hatta
Kondisi politik di Indonesia pada saat itu tidak stabil di dalam negeri akibat Pemberontakan Madiun 1948 dan Agresi Militer Belanda II (AMB II).
Kondisi politik di Indonesia pada saat itu tidak stabil di dalam negeri akibat Pemberontakan Madiun 1948 dan Agresi Militer Belanda II (AMB II).
5.) Proses Perundingan
Linggarjati
Sebelum Perjanjian Linggarjati dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu perundingan pendahuluan. Namun, perundingan itu tidak menghasilkan keputusan yang berarti. Kemudian, dilaksanakan perundingan kedua pada 10 Februari 1946. Akan tetapi, perundingan ini tertunda hingga bulan April 1946 dan dilanjutkan di Belanda.
Dalam perundingan ini, Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de facto atas Jawa dan Madura dan kembali pertemuan ini mengalami jalan buntu.
Pada 30 September 1946 diadakan perundingan gencatan senjata. Setelah perundingan itu, sejak 10 November 1946, diadakan perundingan baru yang bertempat di Linggajati (Cirebon).
Sebelum Perjanjian Linggarjati dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu perundingan pendahuluan. Namun, perundingan itu tidak menghasilkan keputusan yang berarti. Kemudian, dilaksanakan perundingan kedua pada 10 Februari 1946. Akan tetapi, perundingan ini tertunda hingga bulan April 1946 dan dilanjutkan di Belanda.
Dalam perundingan ini, Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de facto atas Jawa dan Madura dan kembali pertemuan ini mengalami jalan buntu.
Pada 30 September 1946 diadakan perundingan gencatan senjata. Setelah perundingan itu, sejak 10 November 1946, diadakan perundingan baru yang bertempat di Linggajati (Cirebon).
6.) Keuntungan dari
hasil Perundingan Renville
Tidak, karena menyebabkan wilayah RI jadi makin sempit.Hal ini diperparah lagi dengan blokade ekonomi terhadap RI.
Tidak, karena menyebabkan wilayah RI jadi makin sempit.Hal ini diperparah lagi dengan blokade ekonomi terhadap RI.
7.) Peran KTN dalam
Perundingan Renville
Mengawasi pelaksanaan penghentian tembak-menembak dan mencari penyelesaian sengketa secara damai.
8.) Hasil Konferensi Inter-Indonesia
a. Angkatan perang RIS adalah Angkatan perang Nasional dan presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS. Pembentukan Angkatan Perang RIS ini merupakan soal Indonesia dan intinya adalah TNI
b. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS. Negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
c. Pembentukan angkatan perang RIS adalah persoalan bangsa Indonesia. Angkatan perang ini terdiri dari angkatan perang RI (TNI) sebagai inti, ditambah orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan territoriale bataljons.
d. Pada masa permulaan RIS, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar APRIS.
Mengawasi pelaksanaan penghentian tembak-menembak dan mencari penyelesaian sengketa secara damai.
8.) Hasil Konferensi Inter-Indonesia
a. Angkatan perang RIS adalah Angkatan perang Nasional dan presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS. Pembentukan Angkatan Perang RIS ini merupakan soal Indonesia dan intinya adalah TNI
b. Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS. Negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
c. Pembentukan angkatan perang RIS adalah persoalan bangsa Indonesia. Angkatan perang ini terdiri dari angkatan perang RI (TNI) sebagai inti, ditambah orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB, dan territoriale bataljons.
d. Pada masa permulaan RIS, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar APRIS.
9.) Peran PBB
a. Membentuk KTN
b. Memperjuangkan diplomasi RI
c. Menyatakan revolusi agar permusuhan segera dihentikan
a. Membentuk KTN
b. Memperjuangkan diplomasi RI
c. Menyatakan revolusi agar permusuhan segera dihentikan