DEFINISI :
Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yg menggenangi permukaan bumi.
LAUT MENURUT DEFINISI HUKUM
adalah keseluruhan air laut yg berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.
FUNGSI LAUT :
1. Sumber makanan.
2. Untuk mengontrol iklim dunia
3. Tempat rekreasi atau hiburan
4. Pembangkit listrik tenaga ombak, angin.
5. T4 budidaya ikan, kerang, mutiara,rumput laut.
6. Sebagai t4 barang tambang.
7. Objek riset (penelitian)
8. Laut sebagai sumber air minum.
9. Sebagai jalur transportasi
10. Sebagai pemisah & pemersatu bangsa/negara.
SEJARAH HUKUM LAUT
Sejak laut dimanfaatkan utk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan spt penangkapan ikan, dan kekayaan alam, sejak itu pula ahli2 hukum mulai mencurahkan perhatiannya pada hukum laut.
Pada abad ke-16 dan 17 keinginan utk menguasai laut merupakan hal yg diperebutkan oleh negara2 maritim di Eropa yaitu : Spanyol dan Portugis
SEJARAH HUKUM LAUT
Alasan yg dipakai Grotius untuk menentang monopoli Spanyol dan Portugis, adalah :
Grotius berpendapat bahwa, Laut adalah unsur yg bergerak dgn cair, orang2 tdk bisa secara permanen tinggal di lautan, laut hanya digunakan sebagai tempat singgah dan jalur transportasi dlm rangka keperluan2 tertentu & kemudian kembali lagi ke daratan. Sedangkan di darat manusia bisa hidup & berkembang secara permanen, melakukan kekuasaan secara efektif dan berkelanjutan.
Oleh krn itu Laut tdk bisa dimiliki oleh siapa pun (res extra commercium). Laut tdk dpt berada di bawah kedaulatan negara manapun di dunia ini dan Laut menjadi bebas.
SEJARAH HUKUM LAUT
2. Grotius mendasarkan prinsipnya dgn memakai falsafah hukum alam :
“Tuhan menciptakan bumi ini sekalian dengan laut-lautnya, & ini berarti agar bangsa2 di dunia dapat berhubungan satu sama lain utk kepentingan bersama, angin berhembus dr segala jurusan dan membawa kapal2 ke seluruh pantai benua. Hal ini menandakan bahwa laut itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun.”
SEJARAH HUKUM LAUT
Yg menguasai lautan berdasarkan Perjanjian Tordesillas tahun 1494. Perjanjian ini dlm perkembangannya memperoleh tantangan dr Inggris di bawah kepemimpinan Ratu Elizabeth I yg menghendaki kebebasan di lautan.
Selain Inggris, Belanda yg dgn tegas menentang praktik2 monopoli Spanyol dan Portugis atas laut, yg tercermin dlm karangan Ahli Hukum Belanda yg bernama Grotius pd tahun 1609 yg berjudul Mare Liberum ( Laut yg bebas).
SEJARAH HUKUM LAUT
Sejak berakhirnya PD I dan PD II, negara2 di seluruh belahan dunia menjadi sadar akan potensi positif dan negatif dari laut, & menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa supaya berbagai kepentingan negara2 atas laut dpt terjaga.
Dari pengalaman itulah negara2 sepakat untuk membentuk suatu aturan (hukum) yg kemudian dikenal dgn sebutan hukum laut internasional.
SEJARAH HUKUM LAUT
Di dalam dekade dr abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha2 utk memperoleh suatu himpunan hukum laut yg menyeluruh, yaitu :
Konfererensi Kodifikasi Den Haag 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa.
2. The United Nation Conference on the Law of the Sea in 1958 (Konferensi PBB ttg Hukum Laut 1958) di Jenewa menghasilkan 4 kesepakatan internasional:
a. Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone (Konvensi ttg laut teritorial dan zona tambahan).
b. Convention on the High Sea (Konvensi ttg Laut Lepas).
SEJARAH HUKUM LAUT
c. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea (Konvensi ttg Perikanan dan perlindungan kekayaan alam hayati di Laut Lepas)
d. Convention on the Continental Shelf (Konvensi ttg Landas Kontinen).
3. The UN Conference on the Law of the Sea in 1960 (Konferensi PBB ttg Hukum Laut 1960).
4. The UN Conference on the Law of the Sea in 1982 (UNCLOS).
SEJARAH HUKUM LAUT
Konvensi Hukum laut 1982 adalah puncak karya dari PBB tentang Hukum Laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaika, pada tgl 10 Desember 1982, pada sidangnya yang ke 11. Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum masyarakat internasional yg terbesar di abad ke 20.
Selain yg terbesar, konvensi ini dianggap sebagai konvensi yg terpanjang, juga yang terpenting dalam sejarah Hukum Internasional.
SEJARAH HUKUM LAUT
Dianggap sebagai yang terbesar krn konvensi ini diikuti oleh lebih dari 160 negara, dengan sekitar 4500 anggota delegasi dengan beragam disiplin dan kompetensi keilmuan.
Terpanjang, karena konvensi ini berlangsung selama lebih dari 9 tahun, dari Desember 1973 – September 1982.
Terpenting, karena konvensi ini adalah hasil dari kemauan bersama negara2 di dunia untuk berhasil betapapun banyak dan rumitnya masalah2 yang dihadapi.
WILAYAH LAUT
adalah laut beserta tanah yang ada di bawahnya. Tanah di bawah laut terdiri dari dasar laut dan tanah di bawah dasar laut. Wilayah laut terbagi atas wilayah yang dikuasai oleh suatu negara (negara pantai) dengan laut yang tidak dikuasai oleh negara.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (Unclos 1982) melahirkan delapan zonasi pengaturan (regime) hukum laut yaitu :
Perairan Pedalaman (Internal waters),
Perairan Kepulauan (Archipelagic waters) termasuk ke dalamnya selat yg digunakan utk pelayaran internasional,
Laut Teritorial (Teritorial waters),
Zona Tambahan (Contiguous Zone),
Zona Ekonomi Eksklusif ( Exclusif Economic Zone),
Landas Kontinen ( Continental Shelf)
Laut Lepas ( High seas)
Kawasan dasar laut internasional ( International sea-bed)
PERAIRAN PEDALAMAN
Adalah perairan yg berada pada sisi darat (dalam) garis pangkal. Di kawasan ini negara memiliki kedaulatan penuh, sama seperti kedaulatan negara di daratan. Pada prinsipnya tidak ada hak lintas damai (innocent passage) di kawasan ini.
LAUT TERITORIAL
adalah laut yg terletak pada sisi luar dr garis pangkal dan tidak melebihi dari 12 mil.
Di kawasan ini kedaulatan negara penuh termasuk atas ruang udara di atasnya. Hak lintas damai diakui bagi kapal-kapal asing yg melintas. Hak lintas damai (Innocent passage) menurut Konvensi Hukum Laut 1982 adalah hak untuk melintas secepat-cepatnya tanpa berhenti dan bersifat damai, tidak mengganggu keamanan dan ketertiban negara pantai.
PENGERTIAN LINTAS
Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau
berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.
Lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Lintas mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yg lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yg dalam bahaya.
PENGERTIAN LINTAS DAMAI
Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai.
Lintas suatu kapal asing harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai, apabila kapal tersebut di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan sbb :
setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dgn cara lain apapun yg mrpkan pelanggaran asas hukum internsional sebgm tercantum dlm Piagam PBB.
PENGERTIAN LINTAS DAMAI
setiap perbuatan yg bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan negara pantai;
setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan negara pantai;
peluncuran,pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;
peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
PENGERTIAN LINTAS DAMAI
bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter negara pantai;
setiap perbuatan pencemaran;
setiap kegiatan perikanan;
kegiatan riset atau survey;
setiap perbuatan yg bertujuan mengganggu setiap komunikasi negara pantai;
setiap kegiatan lainnya yg tidak berhubungan langsung dengan lintas.
Di laut teritorial, kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya harus melakukan navigasi di atas permukaan air dan menunjukkan benderanya.
KEWAJIBAN NEGARA PANTAI
Negara pantai tidak boleh menghalangi lintas damai kapal asing melalui laut teritorial kecuali sesuai dgn ketentuan konvensi ini. Negara pantai khususnya tidak akan:
menetapkan persyaratan kapal asing yg secara praktis berakibat penolakan atau pengurangan lintas damai; atau
mengadakan diskriminasi terhadap kapal Negara manapun.
Negara pantai harus mengumumkan bahaya apapun bagi navigasi dalam laut teritorialnya yg diketahuinya.
PUNGUTAN YANG DAPAT DIBEBANKAN PADA KAPAL ASING
Tidak ada pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing hanya karena melintasi laut teritorial.
Pungutan dapat dibebankan pada kapal asing yang melintasi laut teritorial hanya sebagai pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kapal tersebut. Pungutan ini harus dibebankan tanpa diskriminasi.
YURISDIKSI KRIMINAL DI ATAS KAPAL ASING
Yurisdiksi kriminal negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan yang bertalian dengan kejahatan apapun yang dilakukan di atas kapal selama lintas, kecuali dalam hal yang berikut:
apabila akibat kejahatan itu dirasakan di negara pantai;
apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian negara tsb atau ketertiban laut wilayah;
YURISDIKSI KRIMINAL DI ATAS KAPAL ASING
apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler negara bendera; atau
apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap narkotika atau bahan psychotropis.
UU No. 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA
Menurut Pasal 2 UU No. 6 tahun 1996 :
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan.
Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia sehingga merupakan bagian dari perairan Indonesia yg berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.
(Pasal 3 ayat 1)
Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
Hak Lintas Bagi Kapal-Kapal Asing diatur dalam Pasal 11 – Pasal 17
ZONA TAMBAHAN (CONTIGUOUS ZONE)
Dalam Pasal 33 ayat 1 UNCLOS 1982 ditegaskan bahwa pada Zona Tambahan, negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter atau kesehatan serta menghukum pelanggaran atas perundang-perundangan tsb.
Zona Tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial itu diukur.
LANDAS KONTINEN (continental shelf)
Ialah plate-forme atau daerah dasar laut yang terletak antara dasar air rendah dan titik dimana dasar laut menurun secara tajam dan dimana mulai daerah dasar laut baru yang disebut lereng kontinen.
LANDAS KONTINEN
Pasal 76 angka 1 UNCLOS menyebutkan bahwa Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
HAK NEGARA PANTAI ATAS LANDAS KONTINEN
hak eksplorasi dan eksploitasi
hak untuk memasang kabel dan pipa saluran
hak memberikan wewenang melakukan pengeboran pada Landas Kontinen
hak membangun dan mempergunakan pulau2 buatan, instalasi2 dan bangunan.
kewajiban untuk melakukanpembayaran atau sumbangan
kewajiban untuk menetapkan batas/ delimitasi landas kontinen
kewajiban untuk mencegah,mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut.
HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA LAIN PADA LANDAS KONTINEN
Kebebasan berlayar dan penerbangan
Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
Hak untuk menangkap ikan
Kebebasan untuk melakukan riset ilmiah
LAUT LEPAS
Pasal 86 UNCLOS menyatakan bahwa Laut Lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan.
Prinsip hukum yang mengatur rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan.
PENGERTIAN PRINSIP KEBEBASAN
Secara umum dan sesuai Pasal 87 Konvensi, kebebasan di laut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun.
Berdasarkan prinsip kebebasan, semua negara, apakah berpantai atau tidak, dapat mempergunakan laut lepas dengan syarat mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Konvensi atau ketentuan-ketentuan hukum internasional lainnya.
PRINSIP KEBEBASAN
Menurut Pasal 87 kebebasan2 tsb antara lain :
Kebebasan berlayar
Kebebasan penerbangan
Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dgn mematuhi ketentuan2 Bab VI Konvensi
Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi2 lainnya yg diperbolehkan berdasarkan hukum internasional, dgn tunduk pada Bab VI
Kebebasan menangkap ikan dgn tunduk pada persyaratanyg tercantum dalam Sub Bab II
Kebebasan riset ilmiah, dgn tunduk pada Bab VI dan XIII.
DASAR DAN LAHIRNYA PRINSIP KEBEBASAN
Dari zaman purbakala sampai bagian pertama Abad Menengah, pelayaran di laut adalah bebas bagi semua bangsa dan setiap orang.
Celcius dari Itali pd abad I menyatakan the sea like the air is common to all mankind.
Ulpian : the sea is open to everybody by nature.
NATUR YURIDIK LAUT LEPAS
Res Nullius
Sebagai Res Nullius, laut lepas adalah bebas karena tidak ada yang memilikinya. Teori ini mempunyai akibat yang negatif. Bila laut bukan merupakan milik suatu negara, maka kebebasan yang terdapat di laut tsb dapat mempunyai akibat-akibat yang ekstrim, misalnya suatu negara dapat memiliki laut tsb karena ia mempunyai kemampuan teknik untuk itu atau setidak-tidaknya berbuat semaunya di sana seolah-olah laut lepas itu merupakan miliknya.
NATUR YURIDIK LAUT LEPAS
Res Communis
berarti bahwa laut adalah milik bersama, karena itu negara-negara bebas menggunakannya.
Kalau laut milik bersama maka itu berarti bahwa laut lepas itu berada di bawah kedaulatan bersama negara-negara dan diatur melalui pengelolaan internasional. Tetapi kenyataannya bukan demikian.
NATUR YURIDIK LAUT LEPAS
Bila diterima gagasan bahwa tiap-tiap negara adalah pemilik sebagian laut lepas, ini dapat berarti bahwa tiap-tiap negara tersebut dapat menggunakan semaunya kebebasan-kebebasan di laut sehingga mengganggu negara-negara lain.
Solusi yg terbaik adalah menganggap laut lepas sebagai suatu domain publik internasional. Yang diutamakan adalah sifat kegunaan laut tersebut untuk kepentingan bersama masyarakat internasional. Jadi laut lepas itu tidak dapat dimiliki oleh siapapun tetapi dapat digunakan bersama untuk kepentingan anggota-anggota masyarakat internasional.
STATUS HUKUM KAPAL-KAPAL DI LAUT LEPAS
Dibedakan antara kapal-kapal publik dan kapal-kapal swasta. Di laut lepas, status ini didasarkan atas prinsip tunduknya kapal-kapal pada wewenang eksklusif negara bendera. Ini berarti tiap-tiap kapal harus mempunyai kebangsaan suatu negara, yang merupakan syarat agar kapal-kapal itu dapat memakai bendera negara tersebut.
PERBEDAAN ANTARA KAPAL-KAPAL PUBLIK dan KAPAL-KAPAL SWASTA
Perbedaan ini didasarkan atas bentuk penggunaan dan bukan atas kualitas pemilik kapal-kapal tersebut.
Kapal perang menurut Pasal 29 Konvensi :
kapal yg dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara yg memakai tanda-tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh pemerintah negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas militer atau daftar serupa dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.
Wewenang Penuh Ketentuan-ketentuan Negara Bendera
Di laut lepas, semua kapal-kapal tunduk sepenuhnya pada peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan negara bendera. Suatu kapal yang memakai bendera suatu negara harus tunduk pada yurisdiksi eksklusif negara itu di laut lepas.
Kegunaan ketentuan di atas yaitu :
supaya di atas sebuah kapal terdapat suatu kesatuan hukum untuk menjamin ketertiban dan disiplin di atas kapal. Undang-undang negara bendera berlaku bagi semua orang yg terdapat di atas kapal, baik warga negara dari negara bendera maupun terhadap orang-orang asing.
Undang-undang negara bendera berlaku bagi semua perbuatan hukum yang terjadi di kapal atau bagi semua perbuatan pidana.
Bila terjadi pembunuhan di atas sebuah kapal, UU pidana negara benderalah yang berlaku.
Bila terjadi suatu transaksi walaupun antara orang-orang asing di atas kapal tersebut, juga undang-undang negara bendera yang berlaku (locus regit actum)
WEWENANG TERITORIAL
Untuk membenarkan wewenang negara bendera ini, para ahli mencoba menghubungkannya dgn wewenang teritorial. Untuk tujuan ini kapal diasimilasikan dgn wilayah negara,jadi dalam hal ini kapal dianggap sebagai floating portion of the flag state yaitu bagian terapung wilayah negara bendera. Karena suatu negara mempunyai wewenang absolut terhadap wilayah, maka negara tsb mempunyai wewenang pula terhadap kapal2nya yg berlayar di laut lepas, karena kapal tsb dianggap bagian dr wilayah negara.
Tetapi prinsip ini tidak berlaku di semua tempat.Kapal2 swasta yg telah meninggalkan laut lepas dan masuk ke laut wilayah suatu negara, terhadapnya tidak lagi berlaku wewenang khusus negara bendera ttpi wewenang negara pantai. Jai asimilasi ini hanya dapat terjadi di laut lepas saja dan kalau sudah memasuki laut wilayah negara lain, kapal tsb harus tunduk pada ketentuan2 negara pantai.
Mengenai kapal perang dan kapal publik lainnya, secara umum dapat dikatakan bahwa baik dilaut lepasmaupun di laut wilayah, wewenang khusus negara bendera tetap berlaku, terutama kapal2 perang yg dianggap sebgi organ negara dan krn itu mempunyai kekebalan.
AKIBAT WEWENANG EKSKLUSIF NEGARA BENDERA
Wewenang negara bendera terhadap kapal2 yg mengibarkan benderanya bertujuan untuk menjamin ketertiban dan keamanan di laut lepas. Jadi adalah suatu keharusan supaya kapal2 di laut lepas mempunyai ikatan hukum dgn negara benderanya agar negara tsb melalui organ2 dan ketentuan2 hukumnya dapat mengawasi kapal2 tsb. Ikatan hukum ini dirumuskan dalam bentuk kebangsaan yg menghubungkan suatu kapal dgn suatu negara. Setelah suatu kapal mempunyai kebangsaan, maka negara ybs memberi izin kpd kapal tsb
untuk mengibarkan benderanya dan barulah sesudah itu kapal tsb dapat pula menikmati kebebasan2 di laut lepas.
Juga hal yg penting, bila suatu kapal sudah mempunyai kebangsaan, kapal tsb akan dapat dilindungi oleh negara bendera dan juga ikut menikmati ketentuan2 yg telah dibuat negara bendera dgn negara2 lain.
UNDANG-UNDANG PERIKANAN
Dalam Pasal 5 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan dan/atau pembudiyaan ikan meliputi :
a. perairan Indonesia
b. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
c. Sungai, danau, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudiyaan ikan potensial di wilayah Republik Indonesia.
Menurut Pasal 5 ayat 2, Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan Republik Indonesia sbgm dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan dan/atau standar internasional yang diterima secara umum.
Menyangkut pengaturan pengelolaan perikanan yg diatur dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yg optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.
Menurut Pasal 6 ayat 2 : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
Tuntutan UU Perikanan ini, memberikan peluang kpd masyarakat, baik perorangan maupun badan hukum untuk mengelola dan memanfaatkan wilyah perairan dalam bentuk usaha perikanan.
Prinsip Pengelolaan Perikanan Berbasis Masyarakat.
Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya perikanan merupakan suatu konsep yang diharapkan dapat mengangkat derajat masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai dan pulau-pulau kecil, yang selama ini sangat kurang tersentuh oleh pembangunan ekonomi, sehingga kehidupannya sangat memprihatinkan.
De la Cruz mengatakan bahwa secara formal dan informal, pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan diwujudkan dalam bentuk penyerahan hak milik (property rights) atas
sumber daya alam perikanan kpd masyarakat. Orang2 yang bukan anggota masyarakat itu, tidak lagi leluasa sbgm ketika sumber daya alam perikanan tsb masih tunduk di bawah rezim “milik bersama”.
Segenap nelayan yg menjadi anggota masyarakat pemilik sumber daya alam perikanan, selain berhak menggunakannya juga bertanggungjawab untuk melindunginya. Dengan dmk, kondisi akses terbuka atas sumber daya alam digantikan dgn kondisi pemilikan masyarakat yg jelas.
Komponen Pengelolaan Perikanan Berbasis Masyarakat
Ada 4 komponen dari pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan yaitu :
1. hak pakai (use rights)
2. hak pertukaran (exchange rights)
3. hak pemerataan (distribution entitlements) serta
4. skema pengelolaan dan wewenang (management and authoritative)
Hak pakai mencakup bukan hanya untuk menangkap ikan, ttpi jg utk maksud lain, spt pembuangan atau pemanfaatan sumber daya alam non hayati lainnya. Dgn hak pakai, maka orang lain yg bukan anggota masyarakat subyek hak pakai, disisihkan. Orang lain tsb, hanya boleh memanfaatkan sumber daya alam yg sudah dijadikan objek hak pakai, apb terlebih dahulu membayar kpd pengguna hak pakai.
Hak pertukaran berarti komunitas nelayan memegang kontrol thdp saluran distribusi hasil perikanan dan sistem pengadaan pasokan bagi
kebutuhan sarana produksi.
Hak pemerataan berarti bahwa dalam komunitas nelayan harus ada jaminan politik dan ekonomi yg memungkinkan terdistribusinya anugerah sumber daya alam perikanan secara merata.
Skema pengelolaan dan wewenang bermakna bahwa dalam masyarakat nelayan yg sudah ditetapkan sbgi subyek hak pakai, harus ada wadah yg berfungsi untuk menentukan sarana pengelolaan dan wewenang untuk menjamin kepatuhan dan ketertiban.
TATA CARA & SYARAT PENERBITAN SIKPI
Syarat penerbitan SIKPI menurut Pasal 21Permen Kelautan dan Perikanan No. 12 / 2007 :
a. pemohon telah memenuhi persyaratan sebgm dimaksud dalam Pasal 18.
b. pemohon telah membayar pungutan perusahaan perikanan (PPP) sesuai dgn peraturan perUUan yg berlaku yg dibuktikan dgn tanda bukti setor
c. Kapal telah dipasang transmitter atau sistem pemantau kapal perikanan
d. hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kesesuaian antara fisik dan dokumen kapal.
Persyaratan penggunaan perizinan kapal pengangkut ikan tujuannya adalah : agar semua kapal perikanan pengangkut ikan benar2 layak sebagai kapal yang dapat dipertanggungjawabkan kelayakannya.
Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan tujuannya adalah :
a. meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya ikan melalui pengendalian dan pemantauan terhadap kapal perikanan.
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan usaha perikanan yg dilakukan oleh perusahaan perikanan.
c. meningkatkan ketaatan kapal perikanan yg melakukan kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan thdp ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. memperoleh data dan informasi ttg kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan.
KEWAJIBAN PEMASANGAN TRANSMITTER
Untuk mencegah kapal perikanan yg beroperasi di wilayah perikanan Indonesia tidak melaporkan hasil ikan tangkapannya secara jujur, maka perlu dipasang suatu alat yg berfungsi sebgi alat pemantau kegiatan kapal, alat tsb dinamakan alat transmitter.
Keberadaan alat canggih ini, sangat perlu utk melakukn pemantauan kapal perikanan yg beroperasi di wilayah perairan Indonesia, termasuk di dalamnya mengenai jumlah hasil tangkapannya.
KEWAJIBAN PENGGUNA TRANSMITTER :
a. memperlakukan transmitter sesuai dgn fungsi teknis dan fungsi komunikasi penyampaian data kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan.
b. memlihara lingkungan transmitter agar dapat berfungsi melakukan pengiriman dan /atau penerimaan data
c. mematuhi petunjuk teknis ttg pengoperasian transmitter yg ditetapkan oleh Dirjen
VERIFIKASI KAPAL PERIKANAN
Pelanggaran kapal perikanan thdp semua ketentuan yg ada kaitannya dgn proses usaha penangkapan ikan dan pengangkutan ikan merupakan sebuah tindakan kriminal. Oleh karena itu, sebelum dijatuhkan sanksi kpd pemilik kapal perikanan tsb, perlu dilakukan suatu verifikasi kapal perikanan yg di-ad hock (kapal perikanan yg melanggar hukum). Dalam Pasal 12 Kepdirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan No : Per 19 /DJ-P2SPDK/2008 dinyatakan bahwa thdp kapal perikanan hasil
Operasi Kapal Pengawas Perikanan yg di-ad hock kepelabuhan, dilakukan prosedur sbb :
a. Nakhoda kapal pengawas perikanan menyerahkan kapal yg diduga melakukn pelanggaran kpd pengawas perikanan setempat dgn berita acara serah terima.
b. Pengawas perikanan sebgm dimaksud pada huruf a, melakukan verifikasi dokumen fisik kapal, alat tangkap yg dipergunakan, dan komponen lainnya yg terkait.
c. hasil verifikasi dan pengecekan sebgm dimaksud dalam huruf b, dituangkan ke dalam form hasil verifikasi.
d. thdp hasil verifikasi sebgm dimaksud dalam huruf c, dilakukan analisis yuridis dan teknis.
PENGGUNAAN KAPAL ASING DENGAN CARA USAHA PATUNGAN
Salah satu upaya yg dilakukan adalah memberi peluang kpd kapal asing untuk melakukan negosiasi dgn Pemerintah menyangkut mengenai keberadaan kapal2 asing tsb, dgn memberikan opsi kpd mereka dgn cara yaitu :
a. penyertaan modal
b. cara beli angsur
c. Lisensi
Pemberian kesempatan kpd orang atau badan hukum asing untuk menangkap ikan di ZEEI dgn cara lisensi dilakukan dengan syarat:
a. telah diadakan perjanjian bilateral antara Pemerintah R.I dgn Pemerintah Negara Asing.
b. kebangsaan kapal perikanan yang dipergunakan sama dengan kebangsaan orang atau badan hukum asing
c. terdapat surplus jumlah tangkapan yang diperbolehkan ( JTB) yang akan ditetapkan tersendiri dengan KepMen
MODUS PENCURIAN IKAN
KAPAL ASING
Pemilik kapal dan perusahaan poerator berhub dgn “mafia” internasional dan “mafia” Indonesia.
2. Mencari surat izin penangkapan ikan (SIPI) secara ilegal dgn cara mencari mitra perusahaan Indonesia yg memiliki surat izin usaha perikanan (SIUP)
3. Sejumlah kapal yang memiliki SIPI sengaja beroperasi secara berkelompok.Padahal, sebgn kapal2 itu tidak memiliki SIPI.
4. Mengeruk ikan sebanyak-banyaknya dgn segala cara termasuk dgn alat tangkap pukat harimau (trawl)
5. Memanipulasi nama nakhoda asing menjadi nama Indonesia.
6. Melakukan negosiasi di laut dan menyuap petugas di kapal patroli.
KAPAL DOMESTIK
1. Memperkecil data bobot kapal ikan agar memperoleh subsidi bahan bakar minyak dan kemudahan pengurusan prosedur izin dari daerah.
2. Mengeruk ikan sebanyak-banyaknya dgn segala cara, termasuk menggunakan pukat harimau (trawl)
3. Melanggar ketentuan wilayah tangkapan perikanan (fishing ground)
4. Saat kapal ilegal beroperasi, petugas kongkalikong tidak melakukan patroli.
FUNGSI PROTEKTIF PIDANA PERIKANAN
Penegakan hukum pidana suatu negara spt Indonesia mencerminkan kewibawaan negara, secara nasional sebgi bangsa berdaulat ataupun di mata internasional. Negara Indonesia akan kehilanganharga dirinya jika pelaku tindak pidana perikanan tidak dikenai hukuman aatu hanya diberi sanksi yang ringan.
Hukum pidan Indonesia mengemban misi menjaga marwah atau harga diri bangsa dan martabat negara Indonesia.Terutama thdp pelaku tindak pidana perikanan yg dilakukan WNA yg berdampak multi dimensi, seperti
kerusakan lingkungan hidup, hilangnya biota laut, dan kerugian ekonomis.
Kewibawaan hukum harus ditingkatkan untuk dapat mengembalikan arah pendulum kedaulatan hukum kepada rakyat dan nelayan tradisional yg menjadi korban tindak pidana perikanan karena illegal fishing yg dilakukan WNA berdampak serus secara sosial ekonomi, ekologi dan kewibawaan negara.
Ketegasan untuk menenggelamkan kapal ilegal merupakan bagian dari upaya pemberian sanksi berdimensi efek jera bagi kapal perikanan ilegal
berbendera asing sesuai Pasal 69 ayat 4 UU Perikanan.
*** Tindakan penenggelaman kapal berbendera asing secara yuridis harus berdasarkan bukti permulaan yg cukup adanya tindak pidana, tidak memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan Indonesia. (Oleh Artidjo Alkostar, Kompas 5 des 2014)