Pengertian
Yang dimaksud dengan Actio Pauliana (claw-back atau annulment of preferential transfer) adalah:
Suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitur untuk kepentingan para krediturnya. Misalnya, menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak dapat lagi disita-dijaminkan oleh pihak kreditur.
Imran Nating (2004:90) mengemukakan bahwa Actio Pauliana adalah lembaga perlindungan hak kreditor, dari perbuatan debitor pailit yang merugikan para kreditor.
Perbuatan hukum debitor pailit yang dilakukan dalam waktu satu (1) tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana perbuatan itu dimaksudkan untuk merugikan kreditor, dapat dimintakan pembatalan. Dan untuk hal ini, kurator adalah satu-satunya pihak yang dapat melakukan pembatalan tersebut.
KUHPerdata mengatur mengenai actio pauliana dalam Pasal 1341.
Namun UUK & PKPU mengatur actio pauliana secara lebih komprehensif mulai dari Pasal 41 – 49.
Sehubungan dengan actio pauliana ini, Pasal 41 UUK & PKPU menyebutkan bahwa untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan.
Syarat Tindakan Actio Pauliana
Menurut Man S. Sastrawidjaya (2006:120), ada 5 syarat agar dapat dilakukan tindakan actio pauliana antara lain :
Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum
Perbuatan hukum tersebut bukan merupakan perbuatan yang diwajibkan
Perbuatan hukum tersebut merugikan kreditor
Debitor mengetahui bahwa perbuatan hukum dimaksud merugikan kreditornya
Pihak ketiga dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum Debitor tersebut merugikan kreditor
Syarat-Syarat Actio Pauliana
Menurut UUK & PKPU, syarat actio pauliana sebagai berikut:
1. Dilakukan actio pauliana untuk kepentingan
harta pailit.
2. Ada perbuatan hukum dari debitur.
3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit, jadi
tidak cukup misalnya jika terhadap debitur
tersebut hanya diberlakukan penundaan
kewajiban membayar hutang.
4. Perbuatan hukum tersebut merugikan
kepentingan kreditur.
5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum
pernyataan pailit dilakukan.
6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian
terbalik, dapat dibuktikan bahwa pada saat
perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur
tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui
bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian
terbalik, dapat dibuktikan bahwa pada saat
perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan
siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum
tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan yang
diwajibkan, yaitu tidak diwajibkan oleh perjanjian
atau undang-undang seperti membayar pajak.
Sebagaimana disebutkan bahwa salah satu syarat sehingga actio pauliana dapat dilakukan adalah adanya suatu “perbuatan hukum” yang dilakukan oleh debitur.
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah setiap tindakan debitur yang mempunyai akibat hukum. Misalnya, debitur menjual melakukan hibah atas hartanya itu, baik perbuatan itu bersifat timbal balik (seperti jual beli) ataupun bersifat unilateral (seperti hibah atau waiver)
Dengan demikian ada 2 unsur yang mesti dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat disebut sebagai perbuatan hukum yaitu:
1. Berbuat sesuatu
2. Mempunyai akibat hukum.
Melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak melakukan sesuatu tetapi mempunyai akibat hukum tidak dianggap sebagai suatu perbuatan hukum sehingga tidak dikenakan actio pauliana.
Beberapa tindakan ini tidak dapat dibatalkan dengan actio pauliana karena tidak memenuhi elemen “suatu perbuatan hukum” :
1. Debitur memusnahkan asetnya.
2. Debitur menolak menerima sumbangan atau
hibah.
3. Debitur tidak mengeksekusi (tidak
memfinalkan) suatu kontrak yang sudah
terlebih dahulu diperjanjikannya.
Persyaratan lain agar suatu perbuatan hukum dapat dibatalkan atas dasar doktrin actio pauliana adalah: bahwa perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan (voluntarily undertaken), yaitu tidak adanya kewajiban hukum debitur atas dasar:
1. undang-undang yang berlaku.
2. kewajiban atas dasar adanya perjanjian.
Dengan demikian jika ada kewajiban yang dilakukan berdasarkan suatu bentuk perundang-undangan di bawah UU, misalnya atas dasar suatu Keppres sedangkan Keppres tsb tidak mempunyai cantolannya pada uu yang mana , hal tersebut bukanlah suatu kewajiban yang dapat menghalangi berlakunya diajukannya suatu actio pauliana.
Oleh karena itu membayar hutang juga tentunya bukan merupakan perbuatan yang tidak diwajibkan, karena itu tidak dapat dibatalkan dengan mekanisme actio pauliana, tetapi dapat dibatalkan lewat pasal lain dalam UUK.
Jika debitur telah melakukan pembayaran atas hutangnya kepada kreditur tertentu sebelum putusan pailit dijatuhkan, sesungguhnya ini merupakan suatu perbuatan yang diwajibkan, pembayaran hutang tersebut masih dapat dibatalkan jika:
1. Apabila dapat dibuktikan bahwa si
penerima pembayaran mengetahui
bahwa pada saat dibayarnya hutang
tersebut oleh debitur, kepada debitur
tersebut telah dimintakan pernyataan
pailit atau pelaporan untuk itu sudah
dimintakan.
2. Apabila pembayaran hutang tersebut akibat
kolusi antara kreditur & debitur yang dapat
memberikan keuntungan kepada debitur
tersebut melebihi dari kreditur-kreditur
lain (Pasal 46 UUK).
Tindakan yang dianggap tidak diwajibkan sehingga dapat dimintakan pembatalannya dengan berdasarkan actio pauliana (ditemukan dalam doktrin-doktrin hukum Belanda) adalah:
1. Memberikan jaminan kepada
kreditur yang tidak diharuskan.
2. Membayar hutang yang belum jatuh
tempo.
3. Menjual barang-barang kepada
krediturnya diikuti dengan
kompensasi (set off) terhadap
harga barang tersebut.
4. Membayar hutang (sudah jatuh
tempo atau belum) tidak secara
tunai, misalnya dibayar dengan
barang.
Selain itu syarat lain agar suatu actio pauliana dapat diajukan adalah bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan (prejudice).
Perbuatan yang merugikan kreditur antara lain:
1. Penjualan barang yang harganya di
bawah harga pasar.
2. Pemberian suatu barang sebagai hibah
atau hadiah.
3. Melakukan sesuatu yang dapat
menambah kewajiban atau beban
kepada harta pailit. Misalnya
memberikan garansi (oleh anak
perusahaan) kepada hutang yang
diambil oleh perusahaan holding.
4. Melakukan sesuatu yang dapat
menyebabkan kerugian terhadap
ranking kreditur. Misalnya, memberikan
pembayaran hutang atau jaminan
hutang terhadap kreditur tertentu saja.
Di samping itu, agar suatu perbuatan yang dilakukan debitur yang kemudian dinyatakan pailit untuk dapat dibatalkan berdasarkan doktrin actio pauliana harus memenuhi syarat:
1. Diketahui
2. Patut diduga oleh pihak debitur &
pihak ketiga bahwa perbuatan tsb
merugikan (prejudicial) terhadap
pihak kreditur.
Jika yang dilakukan merupakan perbuatan pemberian hibah atau hadiah, terhadaap pihak ketiga yang menerima hadiah atau hibah tsb tidak disyaratkan unsur “mengetahui atau patut menduga” bahwa perbuatan tsb merugikan pihak kredditur.
Unsur “mengetahui & patut menduga” tsb hanya dipersyaratkan saja untuk pemberi hadiah atau hibah.
Akibat hukum pemberlakuan actio pauliana
Konsekuensi dari dilakukannya suatu tindakan yang dapat digolongkan ke dalam actio pauliana adalah: perbuatan tersebut dapat dimohonkan pembatalan. (Pasal 41 UUK).
Jika debitur menjual suatu barang yang dapat dikenakan actio pauliana, jual beli tersebut dibatalkan & karenanya barang harus dikembalikan kepada debitur pailit.
Jika barang tsb karena sesuatu & lain hal tidak dapat dikembalikan lagi, maka menurut Pasal 49 ayat (1) UUK pihak pembeli wajib memberikan ganti rugi kepada kurator.
Selanjutnya lihat Pasal 49 UUK
TERIMA KASIH