Hukum Kepailitan

HUKUM Kepailitan
Pendahuluan
 Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan “pailit”. Istilah “pailit” berasal dari bahasa Perancis “failliet” yang berarti pemogokan / kemacetan pembayaran. Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Kepailitan merupakan segala hal yang berhubungan dengan kemacetan pembayaran, dimana seorang debitor mengalami kesulitan untuk membayar utangnya.
Pengertian Kepailitan
Di dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya disebut UUK dan PKPU, telah dirumuskan pengertian kepailitan pada Pasal 1 angka 1 yaitu : kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pengertian Kepailitan
Henry Campbell Black (1968:186):

Arti orisinil dari bangkrut atau pailit adalah
       seorang pedagang yang bersembunyi atau
       melakukan tindakan tertentu yang cenderung
       untuk mengelabui pihak krediturnya.
Pengertian Kepailitan
Menurut A. Abdurrahman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan (1991:89):

 Pailit atau bangkrut, antara lain adalah orang
        yang oleh suatu pengadilan dinyatakan
        bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya
        telah diperuntukkan untuk membayar hutang-
        hutangnya.
Syarat Pailit
Ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa syarat untuk dapat dipailitkan adalah :

 debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
        dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
        yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Syarat Pailit
Dari ketentuan tersebut di atas, maka dapat dilihat beberapa syarat agar debitor dapat dinyatakan pailit :
Adanya utang
Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo
Minimal satu dari utang dapat ditagih
Adanya debitor
Adanya kreditor
Kreditor lebih dari Satu
Syarat Pailit
Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut Pengadilan Niaga.
Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu:
A. pihak debitur
B.  Satu atau lebih kreditor
C. Jaksa untuk kepentingan umum
D. Bank Indonesia jika debiturnya bank
E. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek, bursa efek,
        lembaga kliring & penjaminan, serta lembaga
        penyimpanan & penyelesaian.
Syarat Pailit
F. Menteri Keuangan jika debiturnya perusahaan
      asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN
      yang bergerak di bidang kepentingan publik.
G. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan
        sesuai UUK.
H. Bila syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”,
       bukan “dapat menyatakan pailit”.

Pihak-pihak yang Terlibat
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Perkara Kepailitan terdiri atas :
Pihak Pemohon Pailit
Pihak yang dapat dinyatakan Pailit
Pihak Debitor Pailit
Hakim Niaga
Hakim Pengawas
Panitia Kreditor
Kurator
a. Pihak Pemohon Pailit
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UUK dan PKPU, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh :
debitor sendiri;
atas permintaan dua atau lebih kreditornya;
kejaksaan untuk kepentingan umum;
dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia;
dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal;
dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
a. Pihak Pemohon Pailit
Mengenai Pihak debitor yang mengajukan permohonan pailit bagi dirinya sendiri, Arya Suyudi (2003:78) berpendapat bahwa : “Pada umumnya debitor beralasan bahwa dirinya ataupun kegiatan usahanya sudah tidak lagi mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban internal ataupun eksternalnya secara ekonomi”.
Sedangkan mengenai Pihak Kejaksaan yang mengajukan permohonan pailit, Victor M. Situmorang, dan Hendri Soekarso (1994:49) memberikan pendapatnya sebagai berikut : “Pihak Kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepailitan seorang debitor bilamana dipenuhi syarat-syarat adanya keadaan berhenti membayar dari yang bersangkutan dan berdasarkan alasan kepentingan umum”.
b. Pihak yang dapat dinyatakan Pailit
Pihak–pihak yang dapat dinyatakan pailit, terdiri atas :
Orang perorangan
Badan Hukum
Bukan Badan Hukum
Harta Peninggalan
c. Pihak Debitor Pailit
Menurut Munir Fuady (2005:36), Pihak Debitor adalah pihak yang dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Kemudian di dalam UUK dan PKPU dalam ketentuan Pasal 1 membedakan pengertian antara debitor dan debitor pailit, yaitu bahwa debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan sedangkan debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.
Dasar Hukum Kepailitan
UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
KUHPerdata, Pasal 1139, Pasal 1149, Pasal 1134, dll.
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
UU lain di bidang Pasar Modal, Perbankan, BUMN, PT, dsb.
d. Hakim Niaga
Pasal 302 UUK dan PKPU, menguraikan syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim Niaga adalah sebagai berikut :
Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan pengadilan umum
Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga
Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela
Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada Pengadilan Niaga.
e. Hakim Pengawas
Menurut Pasal 65 UUK dan PKPU, Hakim Pengawas Berfungsi untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Keberadaan Hakim pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan, karena seperti yang diatur dalam Pasal 66 UUK dan PKPU mengatakan bahwa Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit. Dengan disebutkan wajib berarti menunjukkan pentingnya eksistensi Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk mengemban tugas tersebut.
f. Panitia Kreditor
Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah Panitia Kreditor, yang bertugas untuk mewakili pihak kreditor, sehingga panitia kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditor.
UUK dan PKPU tidak mewajibkan diadakannya panitia kreditor, akan tetapi apabila kepentingan menghendaki (demi suksesnya pelaksanaan kepailitan), maka Pengadilan Niaga dapat membentuk panitia tersebut.



g. Kurator
Kurator merupakan salah satu pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses perkara pailit. Oleh karena peranannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka hanya orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan menjadi kurator.
g. Kurator
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU mengatur bahwa yang dimaksud dengan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang-perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini.
g. Kurator
Pada Pasal 70 UUK dan PKPU menentukan bahwa yang dapat bertindak sebagai kurator adalah
Balai Harta Peninggalan
Kurator lainnya
orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit; dan
terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

g. Kurator
 Dalam penjelasan pasal ini disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kurator dan pengurus. Yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi Kurator dan pengurus.
g. Kurator
Ketentuan lebih lanjut tentang pendaftaran Kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 01. HT. 05.10 tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus. Dalam Peraturan Menteri ini dikemukakan, syarat untuk dapat didaftar sebagai Kurator dan Pengurus adalah :
Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Telah mengikuti pelatihan calon Kurator dan Pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi Kurator dan Pengurus bekerjasama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
Tidak pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga
Membayar Biaya Pendaftaran
Memiliki Keahlian Khusus

g. Kurator
Kurator diangkat oleh Pengadilan bersamaan dengan putusan permohonan pernyataan pailit. Dalam hal debitor atau kreditor yang memohonkan kepailitan tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain kepada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku kurator.
Pengadilan Yang Berwenang
Setiap permohonan pernyataan pailit ini diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3 UUK dan PKPU, yang menentukan bahwa:
Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor
Dalam hal debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor
Dalam hal Debitor adalah persero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan
Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat Debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam hal Debitor merupakan Badan Hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.
Pengadilan Yang Berwenang
Perkara Kepailitan ini diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga yang merupakan bagian dari peradilan umum, dimana kompetensi pengadilan ini ditentukan dalam ketentuan Pasal 300 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa : “pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang”.
Kreditor
Imran Nating (2004:28) mengelompokkan kreditor sebagai berikut :
Kreditor Separatis
Kreditor Preferen / Istimewa
Kreditor Konkuren / Bersaing
1. Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan (gadai, hipotek, hak tanggungan, jaminan fidusia), yang dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor. Kreditor golongan ini dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan dan dari hasil penjualan tersebut, mereka mengambil sebesar piutangnya, sedang kalau ada sisanya disetorkan ke kas kurator sebagai boedel pailit. Sebaliknya bila hasil penjualan tersebut ternyata tidak mencukupi, kreditor tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan kekurangannya sebagai kreditor konkuren.   
2. Kreditor Preferen / Istimewa
Kreditor istimewa adalah kreditor yang karena sifat piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditor istimewa berada di bawah pemegang hak tanggungan dan gadai.
3. Kreditor Konkuren / Bersaing
Kreditor konkuren memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditor konkuren tersebut.
Upaya-upaya Hukum
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.
Selanjutnya Pasal 14 UUK dan PKPU menentukan bahwa terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Upaya-upaya Hukum
Dari kedua ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa upaya hukum banding ditiadakan. Peniadaan upaya hukum banding ini dimaksudkan agar permohonan atas perkara kepailitan dapat diselesaikan dalam waktu cepat.
Putusan pernyataan pailit yang dijatuhkan oleh lembaga peradilan tingkat pertama (Pengadilan Niaga) mempunyai sifat dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoebaar bij voorraad).

Actio Pauliana
Imran Nating (2004:90) mengemukakan bahwa Actio Pauliana adalah lembaga perlindungan hak kreditor, dari perbuatan debitor pailit yang merugikan para kreditor.
Perbuatan hukum debitor pailit yang dilakukan dalam waktu satu (1) tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana perbuatan itu dimaksudkan untuk merugikan kreditor, dapat dimintakan pembatalan. Dan untuk hal ini, kurator adalah satu-satunya pihak yang dapat melakukan pembatalan tersebut.

Actio Pauliana
Menurut Man S. Sastrawidjaya (2006:120), ada 5 syarat agar dapat dilakukan tindakan actio pauliana antara lain :
Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum
Perbuatan hukum tersebut bukan merupakan perbuatan yang diwajibkan
Perbuatan hukum tersebut merugikan kreditor
Debitor mengetahui bahwa perbuatan hukum dimaksud merugikan kreditornya
Pihak ketiga dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum Debitor tersebut merugikan kreditor

Prosedur Permohonan Pailit
Munir Fuady (2005:12) menguraikan Diagram mengenai Prosedur Pengadilan tentang Permohonan Pailit, sesuai yang telah dtetapkan di dalam UUK dan PKPU yang dapat dilihat sebagai berikut :

A -------- B -------- C -------- D -------- E -------- F -------- G -------- H --------
1            2            3           13          20          25          60          63
------------------ tingkat Pengadilan Niaga  ------------------

I -------- J -------- K -------- L -------- M -------- N -------- O -------- P -------- Q R
68        70         77          79          82          84         102        142         145   147
-------------------- tingkat kasasi -----------------------

S -------- T -------- U -------- V -------- W -------- X -------- Y
177       179       179        187        189        219         221
327       329       329        337        339        369         371
---------------- peninjauan kembali ------------------

Prosedur Permohonan Pailit
Keterangan :
Permohonan pernyataan pailit dan pendaftarannya kepada pengadilan melalui panitera Pengadilan Niaga, vide Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2)
Panitera menyampaikan permohonan persyaratan pailit kepada Ketua Pengadilan Negeri (2 (dua) hari setelah pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (4)
Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang (3 (tiga) hari setelah pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (5)
Pemanggilan sidang (7 (tujuh) hari sebelum sidang pertama), vide Pasal 8 ayat (2)
Sidang dilaksanakan (20 (dua puluh) hari sejak pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (6)
Sidang dapat ditunda jika memenuhi persyaratan (25 (dua puluh lima) hari setelah didaftarkan), vide Pasal 6 ayat (7)

Prosedur Permohonan Pailit
Putusan permohonan pailit (60 (enam puluh) hari setelah didaftarkan), vide Pasal 8 ayat (5)
Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan (3 (tiga) hari setelah putusan), vide Pasal 9
Pengajuan dan pendaftaran permohonan kasasi dan memori kasasi kepada panitera Pengadilan Negeri, vide Pasal 11 ayat (2) juncto Pasal 12 ayat (1)
Panitera Pengadilan Negeri mengirim permohonan kasasi dan memori kasasi kepada pihak terkasasi (2 (dua) hari setelah pendaftaran permohonan kasasi), vide Pasal 12 ayat (2)
Pihak terkasasi menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak panitera Pengadilan Negeri (7 (tujuh) hari sejak pihak terkasasi menerima dokumen kasasi)
Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi (2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima), vide Pasal 12 ayat (3)

Prosedur Permohonan Pailit
Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung (14 (empat belas) hari setelah pendaftaran permohonan kasasi), vide Pasal 13
Mahkamah Agung mempelajari dan menetapkan hari sidang untuk kasasi (2 (dua) hari setelah permohonan kasasi diterima Mahkamah Agung, vide Pasal 13 ayat (1)
Sidang pemeriksaan permohonan kasasi (20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung), vide Pasal 13 ayat (2)
Putusan kasasi (60 (enam puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung), vide Pasal 13 ayat (3)
Penyampaian putusan kasasi oleh panitera Mahkamah Agung kepada Panitera Pengadilan Negeri (3 (tiga) hari setelah putusan kasasi diucapkan), vide Pasal 13 ayat (6)

Prosedur Permohonan Pailit
Juru Sita Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan kasasi kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, kurator, dan hakim pengawas (2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima), vide Pasal 13 ayat (7)
Pengajuan Peninjauan Kembali dan pendaftarannya beserta buku pendukung ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan pengajuan salinan permohonan Peninjauan Kembali dan salinan bukti pendukung kepada termohon Peninjauan Kembali (30 (tiga puluh) hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap dengan alasan dalam Pasal 295 ayat (2b), atau 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal berkekuatan tetap dengan alasan dalam Pasal 295 ayat (2a), vide Pasal 296 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 297 ayat (1)
Penyampaian permohonan Peninjauan Kembali kepada panitera Mahkamah Agung (2 (dua) hari setelah pendaftaran permohonan Peninjauan Kembali, vide Pasal 296 ayat (5)

Prosedur Permohonan Pailit
Penyampaian salinan permohonan peninjauan kembali berikut bukti pendukung oleh Panitera Pengadilan Negeri kepada pemohon Peninjauan Kembali, vide Pasal 297 ayat (2)
Pengajuan Jawaban terhadap permohonan Peninjauan Kembali oleh termohon Peninjauan Kembali (10 (sepuluh) hari setelah pendaftaran permohonan peninjauan kembali, vide Pasal 297 ayat (3))
Penyampaian Jawaban termohon Peninjauan Kembali kepada panitera Mahkamah Agung oleh Panitera Pengadilan Negeri (12 (dua belas) hari setelah pendaftaran jawaban), vide Pasal 297 ayat (4)

Prosedur Permohonan Pailit
Peneriksaan dan pemberian keputusan Mahkamah Agung terhadap Peninjauan Kembali (30 (tiga puluh) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima Panitera Mahkamah Agung, vide Pasal 298 ayat (1). Berbeda dengan putusan Kasasi yang memberikan waktu 60 (enam puluh) hari (Pasal 13 ayat (3)). Tidak ada alasan yang reasonable untuk membedakan lamanya putusan kasasi dengan putusan peninjauan kembali, tetapi hanya kelupaan pembentuk undang-undang untuk mengubah pasal tentang Peninjauan Kembali dari undang-undang yang lama yang memang hanya memberikan waktu 30 (tiga puluh) hari (bukan 60 (enam puluh) hari)
Penyampaian salinan putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung kepada para pihak (32 (tiga puluh dua) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima Panitera Mahkamah Agung, vide Pasal 298 ayat (3). Hal ini berbeda dengan putusan kasasi yang oleh panitera Mahkamah Agung hanya disampaikan kepada panitera Pengadilan Negeri (bukan langsung kepada para pihak), vide Pasal 13 ayat (6).

Proses Kepailitan
Setelah jatuhnya putusan pengadilan, masih banyak mata acara lagi yang harus diselesaikan sampai akhirnya kepailitan ditutup. Munir Fuady (2005:22) menggambarkan Proses Kepailitan Dilihat secara keseluruhan :

A ----- B ----- C ----- D ----- E ----- F ----- G ----- H ----- I
Proses Kepailitan
Keterangan :
Putusan pailit (tingkat pertama), mulai berlaku penangguhan eksekusi hak jaminan (stay).
Putusan pailit berkekuatan tetap (inkracht)
Mulai dilakukan tindakan verifikasi (pencocokan piutang)
Dicapai komposisi (Akkord, perdamaian)
Pengadilan memberikan homologasi (mengesahkan perdamaian)
Atau dinyatakan insolvensi (debitor dalam keadaan tidak mampu membayar utang)
Dilakukan pemberesan (termasuk penyusunan daftar piutang dan           pembagian)
Kepailitan Berakhir
Dilakukan rehabilitasi

Pencocokan Piutang
Pencocokan (Verifikasi) piutang / utang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan. Pencocokan tersebut dimaksudkan untuk melakukan pencocokan mengenai utang Debitor atau piutang kreditor. Pencocokan dimaksud baik mengenai kedudukan kreditor, pengakuan sebagai kreditor maupun mengenai besarnya piutang. Sebelumnya kurator melakukan inventarisasi mengenai hal-hal tersebut.
Perdamaian
Perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses kepailitan. Perdamaian dalam proses kepailitan pada prinsipnya sama dengan perdamaian dalam pengertian yang umum, yang intinya terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak.
Di dalam perdamaian bisa terjadi beberapa kemungkinan yang disepakati oleh pihak yang bersangkutan, yaitu : debitor membayar utangnya dengan cara menyicil, debitor membayar utang dan sebagian sisanya dihapuskan, dan berbagai alternatif lainnya yang bisa dihasilkan berdasarkan kesepakatan pihak yang bersangkutan. Bila perdamaian bisa dicapai, tentu akan lebih menguntungkan kedua belah pihak. Namun apabila tidak tercapai perdamaian, maka akan langsung terjadi Insolvensi. (Sentosa Sembiring, 2006:35)
 Apabila terjadi perdamaian antara debitor dan kreditor-kreditornya, maka pengadilan akan memberikan homologasi.
Insolvensi
Pada masa Insolvensi, Debitor dalam keadaan tidak mampu membayar, sehingga pada masa ini tidak ada lagi upaya lain sehingga terjadilah pemberesan harta pailit yang berujung dengan kepailitan berakhir.
Insolvensi dapat terjadi karena :
Jika dalam rapat verifikasi debitur tidak menawarkan rencana  perdamaian; atau
Rencana Perdamaian yang ditawarkan tidak diterima; atau
Pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang inkracht.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.
(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.
(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada Pengadilan Niaga, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.
Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya.
Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.
Pada sidang sebagaimana dimaksud di atas, Debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian.
Pada surat permohonan dapat dilampirkan rencana perdamaian.

0 komentar: