Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan untuk
memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan, untuk mencegah
terjadinya eigenrichting (tindakan main hakim sendiri). orang yang mengajukan
tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum. Ia
mempunyai kepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, maka oleh karena itu
ia dapat mengajukan tuntutan hak ke pengadilan, dan sudah selayaknya apabila di
syaratkan adanya kepentingan untuk mengajukan tuntutan hak melalui pengadilan.
Apabila seseorang yang tidak menderita kerugian
mengajukan tuntutan hak , maka tentu saja tidak mempunyai kepentingan.sudah sewajarnya
jika tuntutan itu tidak diterima oleh pengadilan. Akan tetapi tidak setiap
kepentingan dapat di terima sebagai dasar pengajuan tuntutan hak .Misalnya: A
berutang kepada B setelah jangka waktu yang telah ditetapkan lewat, A tidak mau
melunasi kewajibannya (utangnya), kemudian C sebagai kakak B merasa bertanggung
jawab atas adiknya dan merasa wajib membelanya , tanpa mendapat kuasa dari B , C
menggugat A agar melunasi utangnya kepada B.
Tidak dapat di pungkiri bahwa C mempunyai kepentingan.
Akan tetapi kepentingan-nya itu kurang cukup untuk timbulnya hak guna menuntut
baginya, agar dapat diterima oleh pengadilan untuk diperiksa. Pendapat tersebut
sesuai dengan ajaran yang berbunyi “point d’interet, point d’action”, yang
artinya,apabila orang bertindak maka tindakan itu harus beralasan atas suatu
kepentingan yang cukup.
Lebih lanjut sebagaimana dijelaskan diatas bahwa suatu
tuntutan hak harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat
utama untuk dapat diterimanya tuntutan hak itu oleh pengadilan guna diperiksa (Point
d’interet, point d’action). Namun tidak berarti bahwa setiap tuntutan hak yang mengandung
kepentingan hukum pasti dikabulkan oleh pengadilan. Pengadilan akan mengabulkan
tuntutan hak apabila setelah dilakukan proses pembuktian, pengadilan
berpendapat bahwa tuntutan hak yang ajukan tersebut terbukti dan didasarkan
atas adanya suatu hak (Vide : Putusan Mahkamah agung tanggal 7 Juli 1971 no.294
K/Sip/ 1971) yang salah satu pertimbangannya telah mensyaratkan bahwa gugatan
harus diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan hukum.
Jadi tidak setiap orang yang mempunyai kepentingan
dapat mengajukan tuntutan hak semaunya ke pengadilan. Jika dibiarkan setiap
orang mengajukan tuntutan hak, maka dapat dibayangkan bahwa pengadilan pasti akan
kebanjiran atau kewalahan menerima tuntutan hak. Maka dari itu untuk mencegah
agar setiap orang tidak asal saja mengajukan tuntutan hak kepengadilan yang
tentu saja akan menyulitkan pengadilan, maka disyaratkan bahwa hanya
kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat
diterima sebagai dasar tuntutan hak.