1.
Orang
– orang yang dapat menjadi wali
Bentuk –
bentuk perwalian tergantung pada cara penunjukan orang - orang yang menjadi
wali,yang dapat di bagi sebagai berikut :
1.
Tutela
Legitima ( Pasal 345 – 354 BW )
Adalah Perwalian
oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama
Misalnya :
-
Perkawinan orang tuanya telah bubar dan salah satu orang tuanya yang menjadi
wali meninggal dunia maka otomatis orang tua yang satunya lagi yang menjadi
walinya.
-
Ayah yang meninggal dunia pada saat istrinya mengandung, maka Balai Harta
Peninggalan lah yang menjadi pengampu (curator) atas anak yang berada dalam
kandungan tersebut. Jika anak itu lahir dalam keadaan hidup maka ibu dengan
sendirinya atau menurut hukum menjadi wali dan Balai Harta Peninggalan sebagai
pihak pengampu akan menjadi wali pengawas.
-
Suami baru dari ibu yang mempunyai anak dibawah umur dari perkawinan terdahulu,
sepanjang suami barunya tersebut tidak dikecualikan atau dipecat sebagai wali.
-
Pengakuan terhadap anak luar kawin oleh Bapak/Ibu nya.
Orang tua yang lebih dahulu mengakui
anaknya maka dianggap sebagai wali akan tetapi apabila pengakuan tersebut
dilakukan pada saat yang bersamaan maka bapaklah yang dianggap sebagai
wali. Pengangkatan wali tersebut, baik oleh ibu atau bapak, harus dilakukan
dengan putusan Pengadilan negeri agar sah (Pasal 358 BW). Apabila ibu
maupun ayah tidak dapat menjadi wali maka Pengadilan Negeri harus menentukan
pihak yang diangkat menjadi wali.
-
Menjadi wali dimulai pada saat terjadinya peristiwa
yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah satu orang tua yang
menjadi wali.
2.
Tutela
Testamentaria (Pasal 355 – 356 BW)
Tutela Testamentaria adalah Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu
dengan surat wasiat atau akta khusus.
Misalnya : dgn tertamen orang tua yg
menjalankan kekuasaan orang tua / perwalian menunjuk siapa yang akan menjadi
wali dari anak-anaknya (badan hukum tidak dapat menjadi wali).
Tutela Testamentaria ini hanya
dapat dilaksanakan apabila :
- Kedudukan dari bapak/ibu yg meninggal dunia tersebut (yang membuat testament) adalah sebagai wali semasa hidupnya dan pada saat
ia meninggal dunia maka perwalian tersebut memang masih terbuka, maksudnya
tidak ada pihak orang tua yg lain yg dgn sendirinya dpt menjadi wali atau tidak
ada putusan hakim tentang pengangkatan wali.
Tutela Testamentaria ini tidak
berlaku apabila :
- Orang
tua yang membuat testament ini semasa hidupnya bukan wali atau bukan
pemangku kekuasaan orang tua (pasal 356 BW).
- Yang
ditunjuk menjadi wali adalah badan hukum (Pasal 355 : 2 BW)
Pengangkatan Badan hukum sebagai
wali hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan hakim atau diperintahkan oleh
hakim (Pasal. 365:1 BW).
Cara pengangkatan Tutela
Testamentaria ini harus dilaksanakan berdasarkan surat wasiat atau akte
notaris yang khusus dibuat untuk itu. Apabila dalam Tutela
Testamentaria ditunjuk lebih dari satu wali maka pengangkatan nya harus
diurutkan (Pasal. 353 : 4 BW), maksudnya jika pihak pertama tidak ada atau
tidak bisa maka barulah bisa diangkat yang berikutnya untuk menggantikannya.
Demikian seterusnya.
3. Tutela Davita
(Pasal 359 BW)
Tutela Davita adalah
perwalian yang berdasarkan penunjukkan hakim (putusan hakim) atau diangkat oleh
hakim. Jadi seorang anak yg belum dewasa barada dibawah perwalian apabila ia tdk
dibawah kekuasaan orang tua.
Tutela
Davita ini terjadi jika :
- Anak dibawah umur (minderjarige) tsb tidak berada dibawah kekuasaan
orang tua;
- Orang tua dari anak yang bersangkutan tidak diketahui keadaan atau
tidak diketahui keberadaannya dimana.
- Orang tua dari anak yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian.
Oleh karena itu hakim dapat mengangkat “wali sementara” atau tutela
davita selama orang tua atau wali yang sebenarnya belum ada dan
berakhir sampai mereka meminta haknya kembali. Dengan adanya pengangkatan
tutela davita maka kekuasaan orang tua menjadi tertunda. (Ps.
359:6 BW).Setiap orang yang diangkat menjadi wali, wajib mengangkat sumpah dihadapan
Balai Harta Peninggalan, kecuali wali yg merupakan badan hukum. (Pasal 362 BW).
2. Tugas dan kewajiban wali
1. Tugas Wali
Berdasarkan Pasal 383 KUH Perdata tugas
wali adalah sebagai berikut :
- Pengawasan atas diri
pupil (orang yang memerlukan perwalian). Wali harus menyelenggarakan
pemeliharaan dan pendidikan anak yang belum dewasa sesuai dengan kekayaan si
yang belum dewasa itu sendiri.
- Mewakili pupil dalam
melakukan semua perbuatan hukum dalam bidang perdata.
2. Kewajiban Wali
Setiap wali
mempunyai kewajiban terhadap anak – anak yang berada di bawah perwaliannya.
Kewajiban wali ini di kelompokkan berdasarkan kewajiban wali secara umum dan
kewajiban wali secara khusus. Kewajiban wali secara umum yaitu terdiri atas :
-
Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaanya
dan harta bendanya sebaik – baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan
anak itu.
-
Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada
di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
perubahan – perubahan harta benda anak – anak itu.
-
Wali harus bertanggung jawab tentang harta benda anak
yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena
kesalahan atau kelalaiannya.
-
Wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang – barang tetap yang dimiliki anak yang berada di bawah
perwaliannya kecuali apabila kepentingan anak tersebut menghendakinya.
3. Berakhirnya perwalian
Berakhirnya
perwalian dapat ditinjau dalam 2 sudut yakni :
1.
Dalam hubungannya dengan keadaan sebagai Pupil
Dalam
hubungan ini maka perwalian akan berakhir karena :
-
Pupil sudah dewasa, mohon pendewasaan, sudah dewasa.
-
Pupil meninggal dunia
-
Dihidupkannya kembali kekuasaan orang tua
-
Pengesahan anak luar kawin yang diakui.
2.
Dalam hubungan dengan tugas yang dibebankan kepada
wali. Dalam hubungan ini maka perwalian berakhir karena :
-
Oleh karena
adanya pemecatan atau pembebasan atas diri si wali.
-
Oleh karena
ada alasan-alasan atas pemecatan dari perwalian (misalnya wali ditaruh di bawah
pengampuan).
Pasal 380 KUH Pdt menyebutkan 8 buah alasan yang
merupakan alasan dapat dimintakannya pemecatan wali, yakni :
1.
Jika wali itu berkelakuan buruk.
2. Jika dalam
menunaikan perwaliannya si wali menampakkan ketidak cakapannya atau
menyalahgunakan kekuasaannya atau mengabaikan kewajibannya.
3. Jika wali
itu telah dipecat dari perwalian lain berdasarkan No. 1 dan No. 2 di atas,
sehingga tidak dapat di angkat lagi wali pupil baru.
4. Jika si Wali
dalam keadaan pailit.
5. Jika si wali
atau karena ayah / ibunya atau istrinya atau anak kandungnya sedang berperkara
dengan si pupil mengenai status pribadi atau harta kekayaan atau sebagaian
besar dari harta benda pupil.
6. Jika wali
dihukum ikut serta dalam kejahatan terhadap pupil yang berada di bawahh
perwaliannya.
7. Jika wali
telah dihukum karena percobaan kejahatan atau jika melakukan kejahatan dan
dihukum minimal 2 tahun penjara.
8. Jika wali
dihukum dengan keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum pasti karena
kejahatan kesusilaan terhadap pupilnya sendiri.
4. Perhitungan dan pertanggung jawaban
Pasal 409 BW menentukan
bahwa setiap wali mengadakan perhitungan sebagai pertanggung jawaban.
Pertanggung jawaban itu diserahkan kepada :
-
Dalam hal
perwalian yang sama sekali dihentikan, pertanggung jawaban diserahkan kepada
pupil yang sudah dewasa atau kepada ahli warisnya.
-
Dalam hal
perwalian yang dihentikan karena diri si wali
pertanggung jawaban diberikankepada wali penggantinya.
-
Dalam hal pupil
kembali berada di bawah kekuasaan orang tua, pertanggung jawaban diserahkan
kepada bapak atau si pupil. pertanggung jawaban itu wali membuat
perhitungan mengenai pengeluaran yang
perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan. Setelah memberikan perhitungan,
wali harus menyerahkan uang sisa menurut
perhitungan yang telah disahkan, beserta semua harta kekayaan dan
surat-suratnya kepada pupil atau kepada pihak yang menggantikannya.
5. Wali pengawas
Tugas BHP (Balai Harta Peninggalan) sebagai Wali
Pengawas diatur dalam Pasal 366 KUH Perdata yang menentukan ‘dalam tiap-tiap
perwalian yang diperintahkan di Indonesia, Balai Harta Peninggalan berkewajiban
melakukan tugas wali pengawas’.
BHP sebagai wali pengawas, kewajibannya adalah:
1.
Menyusun,
memelihara, serta menyimpan register perwalian dengan cermat (Pasal 58
Instruksi untuk BHP).Memerintahkan Wali untuk membuat pencatatan harta
peninggalan (Pasal 48 Instruksi untuk BHP).
2.
Memerintahkan wali
untuk membuat perhitungan pertanggungjawaban tentang pengelolaan harta
peninggalan (Pasal 1036 BW ).
3.
Memerintahkan wali
untuk membuat pernyataan penerimaan warisan terbatas di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri setempat (Pasal 401 BW ).
4.
Menghadiri
pelaksanaan pembagian warisan dan jika dipandang perlu, mengoreksi konsep
pembagian warisan dimaksud (Pasal 1072 BW ).
5.
Mengamati apakah
wali melaksanakan kewajiban dengan baik dan memberikan nasehat kepada wali
untuk melakukan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
6.
Mewakili
kepentingan si anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan
kepentingan wali (Pasal 370 ayat (1)BW ).
7.
Wajib memaksa wali
untuk membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan / warisan
yang jatuh ke tangan si anak belum dewasa (Pasal 370 ayat (2) BW ).
8.
Wajib memberikan
jaminan secukupnya (Pasal 371 BW).
9.
Setiap tahun harus
minta kepada wali memberikan perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan
memperlihatkan surat berharga milik anak (Pasal 372 BW).
10. Menuntut pemecatan bila wali dalam perhitungan ringkas
menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar (Pasal 373 BW).
11. Menuntut pencabutan kekuasaan wali dan diberikan
kepada Balai Harta Peninggalan, sampai wali memberikan jaminan secukupnya
(Pasal 338 BW).
12. Mengangkat wali baru (Pasal 374 BW).Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 sama sekali tidak mengatur mengenai wali pengawas.Sedangkan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hanya mengatur
mengenai wali pengawas, yaitu dalam Pasal 35 ayat (2) yang menentukan Balai
Harta Peninggalan atau lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bertindak sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan anak.