Eksekusi Putusan Arbitrase


Pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase nasional dengan putusan arbitrase internasional berbeda satu sama lain.

UU Arbitrase juga mengatur secara terpisah antara kedua putusan arbitrase tersebut.

Pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase nasional dalam UU Arbitrase diatur dalam Pasal 59 – Pasal 64, sedangkan pelaksanaan putusan arbitrase internasional diatur dalam Pasal 65 – Pasal 69.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional
Pelaksanaan  putusan arbitrase nasional dapat dilakukan secara:
1. Sukarela atau
2. Secara paksa.

Secara suka rela berarti:  pelaksanaan putusan yang tidak memerlukan campur tangan dari pihak Ketua PN, melainkan para pihak yang berkewajiban melaksanakan eksekusi tersebut dan melaksanakan sendiri isi putusannya.


Secara paksa berarti:  para pihak yang berkewajiban melaksanakan isi putusan arbitrse tidak mau melaksanakan kewajibannya sehingga diperlukan adanya campur tangan dari Ketua PN untuk memaksa pelaksanaan eksekusi tersebut.

Sebelum pelaksanaan dilakukan maka ada prosedur hukum yang harus dilalui terlebih dahulu yaitu: Pendaftaran Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri yang telah ditetapkan.

Prosedur pendaftaran ini biasa disebut:  “Akta Penyerahan”.

Akta penyerahan:  adalah pencatatan & penanda tanganan pada bagian akhir atau dipinggir dari putusan arbitrase asli atau salinan otentik yang ditandatangani bersama oleh panitera PN & arbiter atau kuasanya yang menyerahkan putusan arbitrase tersebut.

Penanda tanganan dilakukan pada saat pencatatan & pendaftaran putusan arbitrase di PN dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak putusan diucapkan.

Jika putusan arbitrase tsb dicatat & didaftarkan lewat dari jangka waktu yang telah ditetapkan maka putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Tindakan penyerahan & pendaftaran putusan arbitrase di PN dalam praktik disebut dengan istilah: “Deponir”.



Jadi tindakan deponir tersebut bukan lagi bersifat administratif belaka tetapi juga bersifat “konstitutif”.

Arti konstitutif dalam konteks tersebut adalah:
 tindakan deponir merupakan satu rangkaian dalam      mata rantai proses arbitrase dengan risiko tidak        dapat dieksekusinya suatu putusan arbitrase jika      tidak dilakukan pendeponiran.

Pelaksanaan Putusan Secara Paksa
Pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase secara suka rela harus dilaksanakan dalam jangka waktu maksimal 30 hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan.

Jika ternyata dalam jangka waktu tersebut putusan belum dilaksanakan, maka perintah eksekusi (secara paksa)  harus diberikan oleh Ketua PN.

Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua PN dapat dieksekusi secara paksa sebagaimana juga eksekusi terhadap putusan pengadilan biasa.

Eksekusi paksa ini harus dilakukan sesuai dengan aturan eksekusi putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan putusan arbitrase ini dan ini juga merupakan “satu prinsip hukum” yakni:  putusan arbitrase bersifat independen sehingga tidak dapat dicampuri oleh Ketua PN ketika dilaksanakan eksekusi.

Ketua PN hanya memiliki kewenangan untuk meninjau suatu putusan arbitrase secara formal (lihat Pasal 62 ayat (3) UU Arbitrase).

Berdasarkan kewenangan formal tersebut maka Ketua PN dapat “menolak” permohonan pelaksanaan eksekusi.

Terhadap penolakan pelaksanaan eksekusi ini tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat diajukan.

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar penolakan permohonan eksekusi oleh Ketua PN antara lain:

1. Arbiter memutus melebihi kewenangan yang diberikan
         kepadanya.
2. Bertentangan dengan kesusilaan.
3. Bertentangan dengan ketertiban umum.
4. Arbiter memutus perkara tidak memenuhi keseluruhan
         syarat sebagai berikut:
(a) Mengenai perdagangan.

  (b) Mengenai hak yang menurut hukum & perundang-
            undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
            bersengketa.
(c) Mengenai sengketa yang menurut hukum &
            perundang-undangan tidak dapat dilakukan
            perdamaian.

Dengan demikian penolakan eksekusi oleh PN terhadap putusan arbitrase hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan yang sangat terbatas dan khusus.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
Pada prinsipnya putusan arbitrase internasional dapat dieksekusi di Indonesia.diatur dalam psl 65 – 69 UU no.30 th 1999

Hal ini disebabkan karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981.

Yang berwenang untuk menangani masalah pengakuan & eksekusi putusan arbitrase internasional di Indonesia adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

PN Jakarta Pusat akan memberikan suatu putusan Ketua PN dalam bentuk:  “Perintah Pelaksanaan” yang dalam praktik dikenal dengan sebutan “Eksekuatur”.

Tidak semua putusan arbitrase internasional dapat diakui & dilaksanakan di Indonesia.

Agar dapat dieksekusi maka putusan arbitrase internasional harus memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan dalam Pasal 66 UU Arbitrase.

UU Arbitrase juga menentukan bahwa suatu putusan arbitrase internasional hanya dapat dijalankan jika “putusan tersebut telah diserahkan & didaftarkan pada panitera PN Jakarta Pusat & jika belum didaftarkan tidak dapat dilaksanakan.

Ada 4 tahap dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing yaitu:
1. Tahap penyerahan & pendaftaran putusan.
2. Tahap permohonan pelaksanaan putusan.
3. Tahap perintah pelaksanaan oleh Ketua PN.
4. Tahap pelaksanaan putusan arbitrase.

Prosedur eksekusi putusan arbitrase internasional juga bervariasi dari satu negara ke negara lainnya.

Untuk Indonesia pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase internasional diatur dalam UU Arbitrase 1999, Keppres No. 34 Tahun 1981 serta Perma No. 1 Tahun 1990.

Beberapa ketentuan pokok dalam UU Arbitrase yang berhubungan dengan eksekusi terhadap putusan arbitrase internasional adalah:

1. Yang Berwenang Menangani Eksekusi Arbitrase
          Internasional:

Suatu putusan arbitrase internasional harus dilaksanakan di negara di mana pihak yang dimenangkan mempunyai kepentingan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU Arbitrase yang berwenang menangani masalah pengakuan & eksekusi dari putusan arbitrase internasional adalah PN Jakarta Pusat, dimana PN Jakarta Pusat akan memberikan suatu putusan “Perintah Pelaksanaan” atau “Eksekuatur”.

2. Syarat agar Putusan Arbitrase Internasional dapat
          dijalankan di Indonesia:

Agar suatu putusan arbitrase internasional dapat dieksekusi di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat sbb:
(a) Asas Resiprositas.
(b) Termasuk lingkup hukum perdagangan.
(c) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
(d) Mendapat eksekuatur dari Ketua PN.
(e) Jika menyangkut negara RI mendapat eksekuatur dari MA.


Selanjutnya tentang tahapan pelaksanaan dari putusan arbitrase internasional dapat dilihat dalam Pasal 66 – 69 UU Arbitrase 1999.



Terima Kasih
dirg

0 komentar: