Hukum Acara Yang Berlaku Terhadap Arbitrase



Prosedur Beracara Menurut UU No. 30 Tahun 1999
Dalam praktik arbitrase, lazimnya antara arbiter dengan para pihak mengadakan pertemuan sebelum mengadakan dengar pendapat yang resmi dilakukan.

Bilamana ada beberapa isu kontroversial muncul, ada kemungkinan diadakan lagi pertemuan sebelum dengar pendapat sesungguhnya.

Proses dengar pendapat pendahuluan akan meneliti masalah yang pada umumnya meliputi:

1. Mengenai tuntutan atau tuntutan balik.
2. Penemuan atau pemeriksaan dokumen.
3. Untuk pemeriksaan bangunan & benda-benda 
         oleh arbiter & para pihak.
4. Menerima (melalui lembaga) penyerahan butir-
         butir tuntutan & pembelaan.

5. Menetapkan waktu, tanggal & tempat dengar 
         pendapat.
6. Persetujuan masalah lainnya yang dapat 
         mempersingkat atau mempermudah dengar 
         pendapat.
7. Bahasa yang digunakan (bilamana salah satu 
         pihak berkebangsaan asing sesuai dengan uu yang 
         berlaku. Persidangan wajib dilakukan dalam 
         bahasa Indonesia).

Setelah pernyataan disampaikan oleh masing-masing pihak sebagai bahan pemeriksaan, arbiter dapat mengizinkan atau menolak amandemen atas pernyataan tersebut.

Arbiter dalam keadaan apapun tidak diperkenankan membuat perubahan dalam perjanjian arbitrase itu sendiri.
Pemberitahuan Sengketa Kepada Para Pihak
Jika terjadi suatu sengketa dalam suatu bisnis & para pihak memilih penyelesaiannya lewat arbitrase, maka pihak yang membawa perkara (pemohon) haruslah terlebih dahulu memberikan “notice” (pemberitahuan) kepada pihak lawannya.

Untuk pemberitahuannya, UU No. 30 Tahun 1999 memberikan syarat yang relatif fleksibel, dapat dilakukan dengan cara: surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail, buku ekspedisi.

Surat pemberitahuan (notice) harus berisikan:
(1) Nama & alamat para pihak
(2) Penunjukan klausula atau kontrak arbitrase yang
                 berlaku
(3) Perjanjian atau masalah yang menjadi 
           persengketaan
(4) Dasar tuntutan & jumlah yang dituntut (jika ada)
(5) Cara penyelesaian yang dikehendaki
(6) Jumlah arbiter, sesuai dengan penjanjian (jika ada) 
                 atau usul yang baru diajukan saat itu.
Mata Acara Yang Penting Dalam Proses Arbitrase
Beberapa hal yang penting dalam proses pemeriksaan perkara oleh arbiter menurut UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa yakni:

1. Pemeriksaan tertutup:

Pemeriksaan perkara arbitrase dilakukan secara tertutup. Keharusan sidang pemeriksaan secara tertutup merupakan salah satu ciri dari prosedur arbitrase.

Pasal 27 UU Arbitrase tidak memberikan kekecualian terhadap sifat tertutupnya sidang pemeriksaan dalam proses arbitrase.

Hal ini memberikan indikasi adanya sifat memaksa dari ketentuan tersebut. Jadi menutup kemungkinan untuk dilakukan adanya penyimpangan.

Artinya, jika para pihak menghendaki agar putusan tsb dipublikasikan, maka kewajiban para pihak sendirilah untuk mempublikasikannya.

2. Bahasa yang digunakan:

Bahasa yang digunakan adalah: Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa lain selain bahasa Indonesia dimungkinkan bila:

(a) Para pihak menghendaki penggunaan bahasa lain
           & hal tsb disetujui oleh para arbiter.
(b) Terhadap arbitrase internasional, dimana bahasa 
            Inggris sering digunaka. 

3. Keterlibatan para pihak:

Pihak-pihak yang bersengketa mempunyai hak untuk diperlakukan secara sama satu sama lain. 

Mereka diberi kesempatan yang sama untuk didengar oleh arbiter.

Di samping itu, mereka juga dapat diwakili oleh pihak pengacaranya (dengan surat kuasa khusus) jika hal tsb diinginkannya.

4. Keterlibatan pihak ketiga:

Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase juga dapat ikut serta & menggabungkan diri dalam suatu proses arbitrase.

Keterlibatan pihak ketiga dalam proses arbitrase didasarkan pada:

(a) Terdapat unsur kepentingan yang terkait dengan 
            perkara yang bersangkutan.

(b) Keikutsertaan pihak ketiga disepakati oleh para 
           pihak yang bersengketa.
(c) Keikutsertaannya disetujui oleh arbiter atau 
           majelis arbitrase yang bersangkutan.

5. Penggunaan Acara Arbitrase:

Sesuai dengan praktik arbitrase & dalam ketentuan uu arbitrase, maka pemilihan acara untuk suatu arbitrase adalah:

(a) Dengan suatu perjanjian yang tegas & tertulis, 
          para pihak bebas menentukan sendiri acara 
          arbitrase yang digunakan dalam proses 
          penyelesaian sengketa yang bersangkutan.

(b) Para pihak dapat juga memilih acara yang 
           berlaku dari suatu lembaga arbitrase yang ada
           untuk menjadi acara arbitrase dalam 
           penyelesaian sengketanya.

(c) Jika para pihak tidak menentukan sendiri acara 
          arbitrase yang berlaku, maka berlaku ketentuan:

(i) Ketentuan dari lembaga arbitrase nasional atau 
            internasional yang telah dipilih oleh para pihak.
(ii) Jika tidak dipilih arbitrase lembaga, maka arbiter 
             sendiri yang akan menentukan acara arbiter tsb.



(d) Khusus jangka waktu & tempat arbitrase 
           ditentukan sendiri oleh para pihak yang 
           bersengketa.

(e) Jika jangka waktu & tempat arbitrase tidak
          ditentukan oleh para pihak, maka arbiter atau 
          majelis arbiter yang akan menentukan tempat & 
          waktunya, dengan ketentuan bahwa pemeriksaan atas 
          sengketa harus sudah selesai dalam waktu maksimal 
          180 hari.

 Namun jangka waktu tsb dapat diperpanjang jika memenuhi salah satu dari syarat-syarat yang ditetapkan yakni:

(i)  Bila diajukan oleh salah satu pihak mengenai hal 
           khusus tertentu. Hal khusus tertentu ini, misalnya
           karena adanya gugatan atau gugatan insidentil di 
           luar pokok sengketa, seperti permohonan jaminan
           sebagaimana dimaksud dalam hukum acara perdata.
(ii) Sebagai akibat ditetapkannya putusan provisonal atau 
           putusan sela lainnya.

(iii) Apabila dianggap perlu oleh arbiter atau majelis 
            arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.

6. Putusan Sela atau Provisi:

Di samping menjatuhkan putusan final, arbitrase juga dapat menjatuhkan putusan sela atau putusan provisional untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa.

Termasuk dalam putusan sela tsb adalah: perintah penitipan barang kepada pihak ketiga, menjual barang yang mudah rusak, dll.

Oleh karena pelaksanaan putusan sela memerlukan jangka waktu tertentu, maka jangka waktu pelaksanaan putusan sela ini di luar dari jangka waktu arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 UU No. 30 Tahun 1999.

7. Terjemahan Alat Bukti:

Apabila terdapat kesulitan dalam masalah bahasa, maka arbiter atau majelis arbitrase dapat menginstruksikan agar terhadap setiap dokumen atau alat bukti dibuat juga terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter.

8. Pemeriksaan Lisan/Tertulis:

Pada prinsipnya, suatu pemeriksaan arbitrase haruslah dilakukan secara tertulis. Pihak pemohon harus mengajukan permohonan pemeriksaan secara tertulis, demikian pula pihak termohon harus mengajukan bantahannya secara tertulis.

Pemeriksaan seluruh acara arbitrase dapat dilakukan secara lisan bilamana disetujui oleh para pihak atau dianggap perlu oleh pihak arbiter.

9. Penentuan Tempat Arbitrase (Lex Arbitri): 

Mengenai tempat berlangsungnya pemeriksaan arbitrase berlaku ketentuan:

(a) Tempat yang ditentukan oleh para pihak, jika 
           para pihak ada menentukan atau jika para pihak
           tidak menentukan.
(b) Berlaku tempat yang ditentukan oleh para arbiter.


(c) Jika yang dipilih adalah arbitrase kelembagaan, 
          berlaku tempat sebagaimana berlaku untuk 
          lembaga arbitrase yang bersangkutan.
(d) Bila perlu, pemeriksaan saksi & saksi ahli dapat 
           dilakukan di tempat tertentu di luar tempat 
           arbitrase.
(e) Bila perlu pemeriksaan setempat dapat 
           dilakukan, yakni di tempat lokasi objek yang
           bersangkutan.

10. Pemeriksaan Setempat:

Pemeriksaan setempat (site visit) dapat saja dilakukan jika dianggap perlu oleh para arbiter & hal tsb dimungkinkan oleh Pasal 37 ayat (4) UU Arbitrase.

Bila dianggap perlu, para arbiter dapat juga memanggil para pihak untuk datang & hadir ke lokasi pemeriksaan yakni ke lokasi dimana objek yang akan diperiksa terletak. 

11. Surat Tuntutan oleh Pemohon:

Bilamana permohonan dari pemohon untuk dilakukan pemeriksaan arbitrase disetujui oleh pihak arbiter dan arbiter atau majelis arbitrase sudah dibentuk, pemeriksaan ditingkatkan ke fase pengajuan surat tuntutan oleh pemohon. 

Surat tuntutan (Statement of Claim) diajukan kepada pihak arbiter dalam jangka waktu yang ditentukan.

Syarat minimal dari isi tuntutan adalah sbb:

(a) Nama lengkap & tempat tinggal/kedudukan
          para pihak.
(b) Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan 
          lampiran bukti-bukti pendukung.
(c) Isis tuntutan yang jelas.

12. Jawaban termohon:

Bantahan tertulis diajukan oleh termohon dalam waktu 14 hari setelah termohon menerima salinan tuntutan dari arbiter atau dari ketua majelis arbitrase.

13. Penetapan hari sidang:

Setelah diterimanya jawaban dari termohon, maka satu salinan dari jawaban tsb diserahkan kepada pihak pemohon oleh arbitr atau oleh ketua majelis arbitrase.

Setelah itu baru pihak arbiter menentukan hari sidang & memerintahkan agar para pihak atau kuasanya datang menghadap di depan sidang.

Hari sidang harus ditetapkan dalam waktu paling lama 14 hari sejak dikeluarkannya perintah.

14. Tuntutan balasan:

Di samping memberikan jawaban atas tuntutan, pihak termohon dapat juga mengajukan tuntutan balasan (counter claim, rekonvensi).

Pengajuan tuntutan balasan oleh pihak termohon dapat dilakukan dengan 2 cara yakni:

(a) Diajukan dalam jawaban.
(b) Diajukan paling lambat pada sidang arbitrase
           yang pertama.

Tuntutan balasan dari termohon bersama dengan tanggapan pemohon atas tuntutan balasan tsb haruslah diperiksa & diputus bersama-sama dengan pokok sengketa.

15. Jika pemohon tidak datang menghadap:

Bilamana pemohon tidak datang untuk menghadap pada hari sidang yang telah ditentukan, padahal ybs sudah dipanggil secara patut, maka tuntutan yang diajukannya dinyatakan gugur, dan tugas arbiter atau majelis arbitrase dianggap selesai.


16. Jika termohon tidak datang menghadap:

Bilamana termohon telah dipanggil menghadap secara patut & pemanggilan kedua telah berlalu 10 hari dengan alasan yang tidak jelas, maka pemeriksaan akan dilanjutkan tanpa hadirnya pihak termohon (verstek) & tuntutan akan diterima seluruhnya.

Tuntutan akan ditolak oleh arbiter atau majelis arbitrase jika tuntutannya tidak beralasan atau tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

17. Usaha perdamaian oleh arbiter:

Mirip dengan proses peradilan biasa, maka pada sidang pertama dari arbitrase juga diusahakan & ditawarkan perdamaian kepada para pihak yang bersengketa oleh arbiter.

Apabila usaha perdamaian itu tercapai, maka pihak arbiter atau majelis arbitrase akan membuat suatu akta perdamaian yang berkekuatan final & mengikat (final & binding) & selanjutnya arbiter memerintahkan untuk melaksanakan isi perdamaian tsn.

18. Jika perdamaian tidak tercapai:

Pemeriksaan terhadap pokok perkara dilanjutkan oleh arbiter, dan dalam hal ini mulailah dilakukan hal-hal sbb:

(a) Para pihak dalam suatu jangka waktu tertentu 
           diberi kesempatan lagi untuk terakhir kalinya 
           menjelaskan secara tertulis pendirian masing-
           masing disertai dengan pengajuan bukti-bukti. 

(b) Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta 
           kepada para pihak dokumen tambahan, bukti 
           lain atau penjelasan secara tertulis dalam jangka 
           waktu tertentu.

19. Pencabutan surat permohonan arbitrase:

Pada prinsipnya pemohon dapat mencabut surat permohonan, menambah atau mengubah surat tuntutan untuk penyelesaian sengketa tsb.

Adapun tata caranya sbb:
(a) Jika diajukan sebelum ada jawaban dari 
          termohon, pemohon dapat mencabut surat 
          permohonan arbitrase tanpa perlu persetujuan 
          dari pihak termohon.

(b) Jika sudah ada jawaban, maka perubahan atau 
          penambahan atas surat tuntutan hanya dapat 
          dilakukan jika: 


(i)  Ada persetujuan dari termohon
(ii) Perubahan atau penambahan tsb hanya berkaitan 
           dengan hal-hal yang bersifat fakta, tidak berkaitan
           dengan dasar-dasar hukum dari permohonan.

20. Batas waktu penyelesaian pemeriksaan:

Pemeriksaan sengketa di depan arbitrase harus dituntaskan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Jangka waktu tsb dapat diperpanjang jika memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UU No.30/1999.
Pembuktian Saksi & Saksi Ahli
Mendengar saksi atau saksi ahli adalah metode yang sangat lazim dalam acara arbitrase, selain dari bukti dokumentasi (surat menyurat).

Pada prinsipnya, prosedur untuk pemeriksaan saksi atau saksi ahli serupa dengan prosedur dalam kasus-kasus pengadilan biasa.

Pendengaran keterangan saksi atau saksi ahli dapat dilakukan atas inisiatif dari salah satu atau kedua belah pihak sengketa atau atas perintah dari arbiter atau majelis arbitrase.


TERIMA KASIH

0 komentar: